Belajar sejarah dulu gih... Yang bisa di klaim sebagai bagian dari Indonesia adalah daerah bekas jajahan Belanda... Timor Timor nggak pernah dijajah Belanda, mereka dijajah Portugis... kita yang menjajah Timor Timor... awalnya kita dikompori Amerika dengan alasan menjegal komunis, makanya kita maju dan Amerika serta sekutunya adem adem aja
Ketika mereka sudah tidak menganggap masalah komunis menjadi ancaman lagi, dan melihat bahwa jika tidak dikebiri kita akan lebih cepat besar, maka diturunkanlah Presiden Soeharto, hadirlah IMF, tuntutan pembebasan Timor Leste, dan mutilasi semua BUMN yang dianggap strategis
Timor Timor memang bukan milik kita... BUKAN SALAH PRESIDEN HABIBIE... Beliau Presiden yang paling adil dan paling sukses mensejahterakan Indonesia...
Irian Barat itu dijajah Belanda... memang sudah sepatutnya diserahkan ke Indonesia...
Sebaiknya masalah ini dibahas di thread tersendiri saja
Sebetulnya itu debatable masalah pertama kali kita menganggap teritorial kita sebatas sampai jajahan mana. Kalau semangat anti kolonial dulu malah sampai asialia (asia + australia) itu impian Tan. Tapi kalau mau dibahas japri2 ja boleh lah
Mungkin ybs lebih ingat tentang kejadian2x pd saat itu dibanding saya, positive thinking aja saya sich. Yach udahlah mendingan ga perlu dibahas lagi ga enak juga ribut2x. Lagian di thread ini memang tampaknya khusus tempat ngomongin "proyek" nya para sales.
Kinda feel sorry for Turkey. They really took big hits for several years already
Sabar sabar.....
Sabar kalau bicara tentang integrasi teritori, orang US ma china ja masih nambah2 teritori kok, cuman pasifis cara dia, yg disikat tu yg tukang kompor papua refrendum tu, baik orang di sonotan apa lagi dimari. Kalau masih ngompor refrendum dimari dikirim ja ke puncak jaya ja tu yg punya bibir ma jempol biar tau rasanya disana!
Kita terahir nambah juga kan luas wilayah laut kita
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40605643
If repost I'm sorry
Imbas sengketa Cina-Filipina, wilayah Indonesia mekar 100 mil laut
Abraham UtamaBBC Indonesia
Hak atas fotoREUTERS
Image captionDeputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, menunjukkan posisi Laut Natuna Utara.
Wilayah perairan Indonesia bertambah sekitar 100 mil laut akibat sengketa perbatasan antara Cina dan Filipina.
Pertambahan wilayah terjadi di bagian utara Laut Halmahera ke arah Palau, negara kepulauan di Samudera Pasifik.
Penambahan wilayah itu merujuk pada putusan Mahkamah Arbitrase Internasional, pada Juli 2016, tentang sengketa perbatasan antara Cina dan Filipina.
Deputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, menuturkan, putusan arbitrase internasional menyebut suatu negara tidak dapat menjadikan pulau kecil tak berpenghuni—atau berpenghuni tapi sangat kecil—sebagai dasar klaim hak landas kontinen.
"Jadi Palau hanya berhak memiliki 12 mil laut. Garis batas mereka mundur, sedangkan Indonesia maju," kata Arif.
Hak atas fotoBBC INDONESIA
Image captionWilayah Indonesia maju 100 mil laut di bagian utara Laut Halmahera.
Tak hanya itu, PBB memberikan hak atas perairan seluas sekitar 4.000 kilometer persegi kepada Indonesia. Pemerintah menyebut perairan seluas Pulau Madura yang terletak di bagian barat Aceh itu memiliki cadangan mineral.
Arif mengatakan, keputusan PBB itu menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang landas kontinen di luar 200 mil laut zona ekonomi ekslusif.
Laut Natuna Utara
Sementara itu, pemerintah Indonesia meresmikan nama Laut Natuna Utara untuk perairan di sisi utara Kabupaten Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Namun, penamaan itu diklaim tidak berkaitan dengan sengketa kawasan akibat klaim Cina tentang wilayah perikanan tradisional.
Deputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno , mengatakan, pemerintah memilih nama Laut Natuna Utara berdasarkan penamaan yang telah lebih dulu digunakan industri migas untuk perairan tersebut.
Hak atas fotoBBC INDONESIA
Image captionPBB memberikan hak atas perairan seluas sekitar 4.000 kilometer persegi yang terletak di bagian barat Aceh.
Saat Presiden Joko Widodo mengunjungi Natuna tahun 2016, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebut di perairan itu terdapat 16 blok migas, lima di antaranya telah mencapai tahap eksploitasi.
"Selama ini sudah ada sejumlah kegiatan migas dengan menggunakan nama Natuna Utara dan Natuna Selatan. Supaya ada satu kejelasan dan kesamaan dengan landas kontinen, tim nasional sepakat menamakan kolom air itu sebagai Laut Natuna Utara," ujarnya di Jakarta, Jumat (14/7).
Arif menuturkan, proses penamaan yang dikerjakan lintas kementerian dan lembaga itu sesuai dengan standar yang ditetapkan International Hidrographic Organization dan ketentuan Electronic Navigational Chart.
Hak atas fotoREUTERS
Image captionPemerintah Indonesia meresmikan nama Laut Natuna Utara untuk perairan di sisi utara Kabupaten Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
Sengketa baru?
Pemerintah, kata Arif, yakin penamaan itu tidak akan menyulut sengketa baru terkait Laut Cina Selatan. Ia berkata, pemerintah pun tidak berkewajiban meminta pertimbangan maupun mempublikasikan penamaan itu kepada negara-negara tetangga.
"Pemerintah punya kepentingan memperbaharui nama karena landas kontinen itu milik Indonesia. Saya tidak tahu Malaysia dan negara lain perlu tahu," ujar Arif.
Proses penamaan Laut Natuna Utara dimulai sejak pertengahan tahun 2016. Menko Kemaritiman, Luhut Pandjaitan, kala itu berkata, penamaan itu vital untuk mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut.
"Pemerintah tidak ada sengketa dengan Cina di perbatasan karena Indonesia menggunakan zona maritim sesuai konvensi hukum laut. Peta Indonesia memiliki koordinat, tanggal, dan data yang jelas," ucapnya.
Hak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionPemandangan di Ranai, Natuna. Pada Mei 2015, Kementerian Luar Negeri Cina memprotes penangkapan terhadap delapan nelayan mereka yang masuk perairan Natuna. Cina menyebut perairan itu 'merupakan wilayah tradisional penangkapan ikan Cina'.
Arif menyatakan, pemerintah tak akan bernegosiasi dengan negara lain yang mengajukan klaim tanpa dasar konvensi hukum laut, termasuk Cina yang berkeras dengan peta sembilan garis putus mereka.
Pada Mei 2015, Kementerian Luar Negeri Cina memprotes penangkapan terhadap delapan nelayan mereka yang masuk perairan Natuna. Cina 'mengecam tindakan penembakan terhadap kapal nelayan Cina oleh TNI Angkatan Laut' di perairan Kepulauan Natuna yang notabene 'merupakan wilayah tradisional penangkapan ikan Cina'.
Indonesia menyatakan penangkapan dilakukan karena delapan nelayan tersebut melanggar zona ekonomi eksklusif dan diduga kuat melakukan pencurian ikan.