What's new

Indonesia Defence Forum

Special report from GATRA
Arie Wibowo, Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia: ''Kita Industri, Bukan Broker''

Denda akibat keterlambatan produksi dan kerja sama dengan Airbus menjadi dua isu yang menerpa PT Dirgantara Indonesia. Walau begitu, perusahaan ini sudah bisa menjadi bagian dari rantai pasokan global industri dirgantara dunia

PT Dirgantara Indonesia sebagai pelaku industri strategis dalam negeri sedang menghadapi cobaan. Kemampuan pabrik pesawat terbang dan helikopter asal Bandung, Jawa Barat, ini dipertanyakan. Terutama setelah polemik pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI Angkatan Udara beberapa waktu lalu, yang bukan produksi PT DI. Perusahaan pelat merah ini diragukan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan helikopter, mulai dari komitmen ketepatan waktu pengiriman produk hingga pola kerja samanya dengan Airbus.

''Manusia kan tidak sempurna, program juga enggak sempurna. Itu risiko yang selalu kita hadapi,'' kata Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, ketika ditemui Gatra di kantornya, Selasa kemarin.

Menurut pria yang sudah 32 tahun berkarier di PTDI itu, keterlambatan produksi memang terjadi. Namun, semua itu ada sebabnya. Bisa dari tanggal efektif kontrak berlaku, hingga ketersediaan dana ataupun suku cadang komponen. Keterlambatan itu punya konsekuensi, yakni penalti atau denda. Meski tidak semuanya demikian. ''Ada yang tidak kena, karena bukan kesalahan kita,'' kata Arie, saat diwawancarai Cavin R. Manuputty dan Jennar Kiansantang dari Gatra.

Benarkah PTDI terlambat memproduksi enam helikopter EC 725 pesanan TNI AU?
Kita on time di enam helikopter ini. Bahkan kita malah ahead (lebih cepat) to schedule.

Bukankah pemesanan itu sejak 2012 dan seharusnya dikirim semua pada 2014?
Harusnya tahun kemarin (2016) dua, tahun ini (2017) empat. Itu menurut kontrak ya. Kalau mau, buka kontraknya. Jangan lupa ya, contract signed bukan berarti efektif. Itu kuncinya.

Bedanya apa?
Pembelian pemerintah itu memakai loan. Kontrak dinyatakan efektif apabila loan disetujui. Loan itu diambil dari luar negeri. Kemudian disetujui Kementerian Keuangan, dikonfirmasikan ke Kementerian Pertahanan. Kemudian LC dibuka, kemudian dinyatakan kontrak itu efektif. Jadi, bukan terlambat sebetulnya, karena kontraknya belum efektif. Bisa saja, si pembeli tanda tangan kontrak 2012. Kalau efektif 2013, tidak bisa dihitung dari 2012. Harus dihitung dari kontrak itu efektif.

Pola pembayaran ini selalu terjadi dengan Kementerian Pertahanan atau dalam kontrak tertentu saja?
Dengan Kemhan ini untuk pesanan yang besar-besar, nilainya sampai jutaan dolar, biasanya pakai kredit ekspor. APBN dipakai untuk uang muka atau pendamping.

Kalau misalnya pakai kredit ekspor, negara yang setuju kredit ekspor itu negara yang mana?
Negara produsen pesawatnya.

Kemhan itu kan negara Indonesia, beli dari PT DI. Bayar pakai kredit ekspor. Artinya, yang setuju Indonesia?
Enggak. Kita kan kerja sama dengan Airbus Helicopter. Gak perlu dipelintir.

Kita kan beli dari dalam negeri, kok kita seolah beli dari luar negeri?
Iya, karena memang ada porsi dari luar negeri. Sekalipun saya beli CN 235. One hundreds percent produksi Indonesia. Tapi ada komponen yang saya bilang tadi, Eropa punya, Amerika punya itu. So kembali lagi. Ini produk Indonesia, diintegrasikan atau diproduksi di Indonesia. Tapi tetap ada komponen milik negara lain. Dan, kita punya hak untuk dapatkan kredit ekspor dari luar negeri. Karena bank dalam negeri belum tentu mau.

Apa alasan terjadinya jeda waktu antara penandatanganan kontrak dan kontrak efektif?
Karena Menteri Keuangan punya tata cara loan agreement. Bisa sebulan, tiga bulan, bahkan bisa satu tahun.

Pada akhirnya, PTDI kena penalti kan, kalau terlambat?
Iya. Apabila sudah melewati waktu yang diperjanjikan sejak kontrak efektif, bukan kontrak ditandatangani. Kalau ada orang luar bilang kontrak ditandatangani 2012 dan harusnya 2014 jadi, padahal enggak pernah baca kontraknya, itu namanya ignorancy. Atau memang sengaja dipelintir untuk bilang PTDI goblok, tidak efisien, dan lain sebagainya. Tapi EC 725 tidak delay, bisa dicek.

Mengapa produksinya bisa lebih cepat ketimbang jadwal? Berarti belum ada uang tapi sudah dibikin dulu?
Itu tadi, kita kan selalu harus curi start. Begitu kontrak signed, bisa on delivery. Itu pernah kita kerjakan, pernah disetop juga sama Kementerian BUMN. Kita tidak boleh mengadakan apa pun kalau belum ada kontrak.

Tapi kenyataanya, tetap ada denda pada PTDI akibat keterlambatan?
Mungkin ada yang kena denda, kita terlambat memang terjadi. Ada juga yang terlambat, tapi tidak kena denda. Karena memang bukan kesalahan kita.

Apakah denda itu mengganggu keuangan perusahaan?
Secara umum any penalty mengganggu neraca perusahaan. Tapi some penalty sudah dimasukan dalam risiko analisa kita. Dicadangkan untuk bisa di-absorb dalam harga jual. Manusia kan enggak sempurna, program juga enggak sempurna. Itu risiko yang selalu kita hadapi.

Bagaimana kerja sama PTDI dengan Airbus? Apakah mereka terlalu dominan?
Kita tidak monopoli dengan Airbus. Kalau Airbus, Boeing mencoba memonopoli negara-negara maju dan punya duit, Itu sudah normatif. Bahkan AgustaWestland pun ingin masuk ke dalam pasar Indonesia. Itu bisnis normal.

Kapan AgustaWestland mendekati?
Saya sudah beberapa kali bertemu mereka. Tapi maksud saya, bukan karena mau jualan, baru mendekati saya. Kerja sama harus dikembangkan dari awal. Tidak instan kayak gitu, jadi dalam satu tahun. Kita harus kembangkan infrastrukturnya, latih orang-orangnya. Kerja sama itu bukan berarti dia investasi semua, kita sendiri mesti investasi.

Siapa saja boleh bekerja sama dengan PTDI?
Intinya begitu. Boleh-boleh saja. Tapi business proposal-nya mau seperti apa? Berikan juga ke KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), karena kami mesti kembali ke KKIP. Workable plan-nya seperti apa. Semua harus ada mutual benefit untuk kedua belah pihak.

Sejauh ini, apa saja yang sudah diperoleh PTDI dari Airbus?
Kita sudah mendapat ilmu-ilmu dari Airbus. Untuk bisa merawat, setidaknya helikopter-helikopter yang dibeli Angkatan. Selain itu, PTDI sekarang jadi pemasok EC 275. 15 tailboom tambah 8 fuselage per tahun. PTDI juga memasok komponen Airbus, masuk dalam global supply chain mereka. So we are industries. Bukan broker yang mencoba memperlihatkan kita mau dapatkan ToT (transfer of technology).

Jadi bukan cuma tukang cat dan ketok ya?
Kalau enggak saya mati. Kalau kerjanya cuma ngecat dan ngetok saya tinggal di Cibubur atau Pondok Cabe aja. Ngapain perusahaan segede gini.

GATRA

Seperti kebanyakan ngeles aja.. Harusnya sadar dulu punya masalah apa terus di imrpove dari situ.. Buat saya sih intinya kalau at the end PTDI kena denda, berarti udah ada salah karena gak sesuai kontrak..

Terus apa cocok seorang petinggi ngomong begini "Kalau kerjanya cuma ngecat dan ngetok saya tinggal di Cibubur atau Pondok Cabe aja."??

Harapan saya sih kalo bisa PTDI di audit sama KAP independen dulu + managemen dirombak.. baru abis itu dikasih modal seger..
 
.
Seperti kebanyakan ngeles aja.. Harusnya sadar dulu punya masalah apa terus di imrpove dari situ.. Buat saya sih intinya kalau at the end PTDI kena denda, berarti udah ada salah karena gak sesuai kontrak..

I don't want to be sounded like i try to defend PT.DI, but the real problem is their past financial burden. Rp 17 trillion or so, don't remember the exact number.
 
.
I don't want to be sounded like i try to defend PT.DI, but the real problem is their past financial burden. Rp 17 trillion or so, don't remember the exact number.

Iya itu emang masalah yg paling besar dan sangat sulit diselesaikan kecuali KemenBUMN mau nutupin which is agak impossible karena nilainya gila bgt..

masalah lain yg lebih gampang diatasi ini adalah denda2 ini.. karena pertahun kan itu di audit BPK katanya PTDI sebenarnya ada untung brp miliar.. cuma ttp aja ujungnya jd minus karna banyak akumulsi denda2..

kalau keuangannya terus begini gmn mau dpt modal tambahan? kalau keuangannya sudah dibenahi bisa aja garuda atau GMF atau BUMN apa disuruh masukin modal

yg perlu didefend itu industri dirgantara kita, PTDI mah bs aja dibangkrutin.. aset2nya ditarik trus diganti PT baru dengan manajemen baru
 
.
permisi ... Kali ini saya mau .. Meluruskan artikel di indomiliter .. Siapa tahu disini ada yg baca .. Artikel yg judulnya setelah overrun mungkinkah f16 kembai mengudara ?

Disitu disebutkan bahwa f16 block15 ocu belum punya kemampuan menembakkan AMRAAM .. Kemampuan bisa melapaskan rudal amraam baru saat ini bisa dilakukan pada f16 block52ID

Radar pesawat ada 2 jenis .. Scan Fisik ( MSA) dan elektronik atau phased array (ESA)

Scan fisik atau mekanik (MSA) ada 2 .. parabola dan slotted array .. Jenis parabola sudah punah digantikan slotted array karena mempunyai keuntungan .. High gain..low side lobe.. ringan ..

scan elektronik atau phased array ( ESA) ada 2 .. AESA dan PESA .. Bedanya ada diradiator .. Secara teknis tidak jauh berbeda ..namun secara perawatan mudah AESA.. ESA juga ada yg pakai mekanik untuk memperluas sudut pancaran radar


Adapun jenis radar F16 block 15 ocu .. Apg 66 dan f16 block52ID apg 68 adalah slotted array .. Dimana scan secara mekanik atas bawah ..ibaratnya supaya ada gambaran seperti lampu senter milik jaga malam satu bohlam itu bergerak keatas kebawah .. Sedangkan AESA dan PESA ibaratnya lampu senter pakai banyak lampu LED yg kecil..led ini modul .. Akan memancarkan sinar secara bergantian dg cepat .. Selain itu juga modul bisa tracking banyak target dan bisa banyak membimbing misil secara bersamaan tergantung fighternya punya berapa rudal bvr.. sedangkan jenis slotted array juga bisa tracking tapi sedikit dan juga bisa membimbing misil.

Apg 66 itu bisa meluncurkan amraam .. Era orba itu pelit belanja rudal ..kondisinya sama seperti pilipina ..punya FA50 bisa meluncurkan amraam tapi tidak beli

Padahal kalo jaman medium 90 an ..f16 block15 ocu di belikan amraam seri pertama 55-70 km bisa ..tracking nya apg 66 yaitu 50-60km

Walaupun nanti AU beli amraam terbaru F16 block15 ocu tetap bisa meluncurkan amraam tsb .. Asalkan ada datalink .. Karena apg 66 ..tracking 50-60 km sedangkan amraam jangkauannya 100km lebih harus ada datalink

Sekarang tni sedang memesan satelit komunikasi militer L band yg mana nanti F16 block52ID dan block 15 ocu bisa berbagi data radar asalkan block 15 ocu ada hardwere datalink .. Juga bisa berbagi data radar dg pkr .. Changbogo.. Aew kalo beli

Thailand memakai satelit c band untuk datalink makanya f16 belum nyambung dg gripen.. Eriye..frigate mereka.. Krn hardware datalink f16 memakai L band ..harusnya mereka ganti atau buat hardware datalink c band baru dan merubah source code di avionic F16 .. Sulitnya disitu ..dan tni tahu hal itu dipesanlah L band ..tni juga harus tanya ke thailand yg membantu integrasi siapa? siapa tahu kedepan akan dibantu pihak yg membantu thailand.
 
.
permisi ... Kali ini saya mau .. Meluruskan artikel di indomiliter .. Siapa tahu disini ada yg baca .. Artikel yg judulnya setelah overrun mungkinkah f16 kembai mengudara ?

Disitu disebutkan bahwa f16 block15 ocu belum punya kemampuan menembakkan AMRAAM .. Kemampuan bisa melapaskan rudal amraam baru saat ini bisa dilakukan pada f16 block52ID

Radar pesawat ada 2 jenis .. Scan Fisik ( MSA) dan elektronik atau phased array (ESA)

Scan fisik atau mekanik (MSA) ada 2 .. parabola dan slotted array .. Jenis parabola sudah punah digantikan slotted array karena mempunyai keuntungan .. High gain..low side lobe.. ringan ..

scan elektronik atau phased array ( ESA) ada 2 .. AESA dan PESA .. Bedanya ada diradiator .. Secara teknis tidak jauh berbeda ..namun secara perawatan mudah AESA.. ESA juga ada yg pakai mekanik untuk memperluas sudut pancaran radar


Adapun jenis radar F16 block 15 ocu .. Apg 66 dan f16 block52ID apg 68 adalah slotted array .. Dimana scan secara mekanik atas bawah ..ibaratnya supaya ada gambaran seperti lampu senter milik jaga malam satu bohlam itu bergerak keatas kebawah .. Sedangkan AESA dan PESA ibaratnya lampu senter pakai banyak lampu LED yg kecil..led ini modul .. Akan memancarkan sinar secara bergantian dg cepat .. Selain itu juga modul bisa tracking banyak target dan bisa banyak membimbing misil secara bersamaan tergantung fighternya punya berapa rudal bvr.. sedangkan jenis slotted array juga bisa tracking tapi sedikit dan juga bisa membimbing misil.

Apg 66 itu bisa meluncurkan amraam .. Era orba itu pelit belanja rudal ..kondisinya sama seperti pilipina ..punya FA50 bisa meluncurkan amraam tapi tidak beli

Padahal kalo jaman medium 90 an ..f16 block15 ocu di belikan amraam seri pertama 55-70 km bisa ..tracking nya apg 66 yaitu 50-60km

Walaupun nanti AU beli amraam terbaru F16 block15 ocu tetap bisa meluncurkan amraam tsb .. Asalkan ada datalink .. Karena apg 66 ..tracking 50-60 km sedangkan amraam jangkauannya 100km lebih harus ada datalink

Sekarang tni sedang memesan satelit komunikasi militer L band yg mana nanti F16 block52ID dan block 15 ocu bisa berbagi data radar asalkan block 15 ocu ada hardwere datalink .. Juga bisa berbagi data radar dg pkr .. Changbogo.. Aew kalo beli

Thailand memakai satelit c band untuk datalink makanya f16 belum nyambung dg gripen.. Eriye..frigate mereka.. Krn hardware datalink f16 memakai L band ..harusnya mereka ganti atau buat hardware datalink c band baru dan merubah source code di avionic F16 .. Sulitnya disitu ..dan tni tahu hal itu dipesanlah L band ..tni juga harus tanya ke thailand yg membantu integrasi siapa? siapa tahu kedepan akan dibantu pihak yg membantu thailand.

it has been done, thats why Indonesia Thailand made joint meeting to discussing all matter and effort regarding data link
 
.

Honeywell has been selected by PT Dirgantara Indonesia to supply 34 TPE331 turboprop engines for its NC212i aircraft over the next four years.

Honeywell is expected to deliver the first six engines in 2017, with the rest to be delivered through 2020.

Honeywell will also provide complimentary TPE331 training for six PTDI engineers to promote line-maintenance skills and to transfer technical knowledge to locally based companies.

“PTDI’s new generation NC212i aircraft is an exceptional aircraft that suits Southeast Asia’s need for a variety of missions, including maritime and coast guard patrol, passenger, troop and cargo transport, search and rescue, and medical evacuation. As a key high-growth region for Honeywell, we are committed to supporting aircraft operators and manufacturers such as PTDI as they expand their capabilities across the region,” said Mark Burgess, vice president, APAC, Defense and Space, Honeywell Aerospace. “We are excited and confident to see Honeywell’s TPE331 engine deliver swifter throttle response and increased fuel efficiency — for maximum mission performance.”

http://www.asiatraveltips.com/news17/223-DirgantaraIndonesia.shtml
 
.
Beside the 5 units currently built at PT. Palindo Shipyard, PT. Citra Shipyard also gets similar project to build 60 meter navigation service vessel.

17438540_632362983624430_6520273599624904704_n.jpg

16907050_1861468780740251_6249612392787869696_n.jpg
 
Last edited:
.
permisi ... Kali ini saya mau .. Meluruskan artikel di indomiliter .. Siapa tahu disini ada yg baca .. Artikel yg judulnya setelah overrun mungkinkah f16 kembai mengudara ?

Disitu disebutkan bahwa f16 block15 ocu belum punya kemampuan menembakkan AMRAAM .. Kemampuan bisa melapaskan rudal amraam baru saat ini bisa dilakukan pada f16 block52ID

Radar pesawat ada 2 jenis .. Scan Fisik ( MSA) dan elektronik atau phased array (ESA)

Scan fisik atau mekanik (MSA) ada 2 .. parabola dan slotted array .. Jenis parabola sudah punah digantikan slotted array karena mempunyai keuntungan .. High gain..low side lobe.. ringan ..

scan elektronik atau phased array ( ESA) ada 2 .. AESA dan PESA .. Bedanya ada diradiator .. Secara teknis tidak jauh berbeda ..namun secara perawatan mudah AESA.. ESA juga ada yg pakai mekanik untuk memperluas sudut pancaran radar


Adapun jenis radar F16 block 15 ocu .. Apg 66 dan f16 block52ID apg 68 adalah slotted array .. Dimana scan secara mekanik atas bawah ..ibaratnya supaya ada gambaran seperti lampu senter milik jaga malam satu bohlam itu bergerak keatas kebawah .. Sedangkan AESA dan PESA ibaratnya lampu senter pakai banyak lampu LED yg kecil..led ini modul .. Akan memancarkan sinar secara bergantian dg cepat .. Selain itu juga modul bisa tracking banyak target dan bisa banyak membimbing misil secara bersamaan tergantung fighternya punya berapa rudal bvr.. sedangkan jenis slotted array juga bisa tracking tapi sedikit dan juga bisa membimbing misil.

Apg 66 itu bisa meluncurkan amraam .. Era orba itu pelit belanja rudal ..kondisinya sama seperti pilipina ..punya FA50 bisa meluncurkan amraam tapi tidak beli

Padahal kalo jaman medium 90 an ..f16 block15 ocu di belikan amraam seri pertama 55-70 km bisa ..tracking nya apg 66 yaitu 50-60km

Walaupun nanti AU beli amraam terbaru F16 block15 ocu tetap bisa meluncurkan amraam tsb .. Asalkan ada datalink .. Karena apg 66 ..tracking 50-60 km sedangkan amraam jangkauannya 100km lebih harus ada datalink

Sekarang tni sedang memesan satelit komunikasi militer L band yg mana nanti F16 block52ID dan block 15 ocu bisa berbagi data radar asalkan block 15 ocu ada hardwere datalink .. Juga bisa berbagi data radar dg pkr .. Changbogo.. Aew kalo beli

Thailand memakai satelit c band untuk datalink makanya f16 belum nyambung dg gripen.. Eriye..frigate mereka.. Krn hardware datalink f16 memakai L band ..harusnya mereka ganti atau buat hardware datalink c band baru dan merubah source code di avionic F16 .. Sulitnya disitu ..dan tni tahu hal itu dipesanlah L band ..tni juga harus tanya ke thailand yg membantu integrasi siapa? siapa tahu kedepan akan dibantu pihak yg membantu thailand.

Setahu saya F-16 Block 15 pakai AN/APG-66 versi awal, belum ada kemampuan BVR, jadi tidak bisa menembakkan AIM-120.

AN/APG-66(V)1 baru bisa menembakkan AIM-7 karena sudah support fitur continous wave illumination. Versi radar ini untuk F-16 versi ADF

Baru AN/APG-66(V)2 yang bisa menembakkan AIM-120, dengan kemampuan TWS untuk 10 target dan menembak 6 target sekaligus dengan AIM-120. Kemampuan deteksi dan tracking 25 persen lebih jauh dibanding AN/APG-66 pada F-16 block 15. AN/APG-66(V)2 ini ditujukan untuk F-16 A/B, termasuk Block 15 yang menjalani MLU.
 
Last edited:
.
Rusia Segera Kirim Jet Tempur Su-35 Pesanan Indonesia
Muhaimin
Thursday, March 23, 2017 - 2:03 pm
0ee3d0afe209280c2ca1272337f24c9b.jpg

LANGKAWI - Russia immediately sent planes Su-35 fighter jets to Indonesia in accordance with the agreed contract. Delivery date has not revealed this will be the first of a series of Russian defense products offered.

The delivery plan announced by the Russian defense firm, Rostec, in the event Langkawi International Maritime & Aerospace Exhibition (LIMA) in Malaysia, Wednesday.

"After the agreement Su-35 is completed, we plan to engage in projects of the Navy with the Indonesian side," said Viktor Kladov, who heads the joint delegation from Rostec and arms exporter Rosoboronexport, told reporters, as quoted by Itar-Tass, overnight (22 / 3/2017).

Kladov exemplifies the purchase contract with the Indonesian military equipment is the purchase of helicopters.

According to him, Indonesia is also showing interest in the Russian multipurpose amphibious aircraft, Be-200 to address forest fires. "Indonesia is keen to buy two or three of these aircraft," he said.

Indonesian Military Air Force actually has operated a number of Russian aircraft, including 11 units of Su-30 and Su-27 five units. Indonesia previously reported purchase 10 Su-35 units and deliveries had predicted would occur in 2018 because other countries also ordered the advanced fighter jet.

Su-35 fighter jet is scheduled to replace US-made fighter jets F5 E / F Tiger II of the elderly.

According to research by IHS, Indonesia will spend more than $ 20 billion for the procurement of defense equipment in 2016 to 2025. The amount was recorded Indonesia's defense budget in the top five worldwide is growing rapidly.

Sindonews
 
. . .
Rusia Segera Kirim Jet Tempur Su-35 Pesanan Indonesia
Muhaimin
Thursday, March 23, 2017 - 2:03 pm
0ee3d0afe209280c2ca1272337f24c9b.jpg

LANGKAWI - Russia immediately sent planes Su-35 fighter jets to Indonesia in accordance with the agreed contract. Delivery date has not revealed this will be the first of a series of Russian defense products offered.

The delivery plan announced by the Russian defense firm, Rostec, in the event Langkawi International Maritime & Aerospace Exhibition (LIMA) in Malaysia, Wednesday.

"After the agreement Su-35 is completed, we plan to engage in projects of the Navy with the Indonesian side," said Viktor Kladov, who heads the joint delegation from Rostec and arms exporter Rosoboronexport, told reporters, as quoted by Itar-Tass, overnight (22 / 3/2017).

Kladov exemplifies the purchase contract with the Indonesian military equipment is the purchase of helicopters.

According to him, Indonesia is also showing interest in the Russian multipurpose amphibious aircraft, Be-200 to address forest fires. "Indonesia is keen to buy two or three of these aircraft," he said.

Indonesian Military Air Force actually has operated a number of Russian aircraft, including 11 units of Su-30 and Su-27 five units. Indonesia previously reported purchase 10 Su-35 units and deliveries had predicted would occur in 2018 because other countries also ordered the advanced fighter jet.

Su-35 fighter jet is scheduled to replace US-made fighter jets F5 E / F Tiger II of the elderly.

According to research by IHS, Indonesia will spend more than $ 20 billion for the procurement of defense equipment in 2016 to 2025. The amount was recorded Indonesia's defense budget in the top five worldwide is growing rapidly.

Sindonews

Bingung bacanya.. Ini kontraknya udah signed apa belom?

Pertama bilang "sesuai kontrak yang disepakati." lalu paragraf 3 "Setelah kesepakatan Su-35 selesai". Apa sudah sepakat tapi belum efektif? hahaha
 
.
Special report from GATRA
Arie Wibowo, Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia: ''Kita Industri, Bukan Broker''

Denda akibat keterlambatan produksi dan kerja sama dengan Airbus menjadi dua isu yang menerpa PT Dirgantara Indonesia. Walau begitu, perusahaan ini sudah bisa menjadi bagian dari rantai pasokan global industri dirgantara dunia

PT Dirgantara Indonesia sebagai pelaku industri strategis dalam negeri sedang menghadapi cobaan. Kemampuan pabrik pesawat terbang dan helikopter asal Bandung, Jawa Barat, ini dipertanyakan. Terutama setelah polemik pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI Angkatan Udara beberapa waktu lalu, yang bukan produksi PT DI. Perusahaan pelat merah ini diragukan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan helikopter, mulai dari komitmen ketepatan waktu pengiriman produk hingga pola kerja samanya dengan Airbus.

''Manusia kan tidak sempurna, program juga enggak sempurna. Itu risiko yang selalu kita hadapi,'' kata Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, ketika ditemui Gatra di kantornya, Selasa kemarin.

Menurut pria yang sudah 32 tahun berkarier di PTDI itu, keterlambatan produksi memang terjadi. Namun, semua itu ada sebabnya. Bisa dari tanggal efektif kontrak berlaku, hingga ketersediaan dana ataupun suku cadang komponen. Keterlambatan itu punya konsekuensi, yakni penalti atau denda. Meski tidak semuanya demikian. ''Ada yang tidak kena, karena bukan kesalahan kita,'' kata Arie, saat diwawancarai Cavin R. Manuputty dan Jennar Kiansantang dari Gatra.

Benarkah PTDI terlambat memproduksi enam helikopter EC 725 pesanan TNI AU?
Kita on time di enam helikopter ini. Bahkan kita malah ahead (lebih cepat) to schedule.

Bukankah pemesanan itu sejak 2012 dan seharusnya dikirim semua pada 2014?
Harusnya tahun kemarin (2016) dua, tahun ini (2017) empat. Itu menurut kontrak ya. Kalau mau, buka kontraknya. Jangan lupa ya, contract signed bukan berarti efektif. Itu kuncinya.

Bedanya apa?
Pembelian pemerintah itu memakai loan. Kontrak dinyatakan efektif apabila loan disetujui. Loan itu diambil dari luar negeri. Kemudian disetujui Kementerian Keuangan, dikonfirmasikan ke Kementerian Pertahanan. Kemudian LC dibuka, kemudian dinyatakan kontrak itu efektif. Jadi, bukan terlambat sebetulnya, karena kontraknya belum efektif. Bisa saja, si pembeli tanda tangan kontrak 2012. Kalau efektif 2013, tidak bisa dihitung dari 2012. Harus dihitung dari kontrak itu efektif.

Pola pembayaran ini selalu terjadi dengan Kementerian Pertahanan atau dalam kontrak tertentu saja?
Dengan Kemhan ini untuk pesanan yang besar-besar, nilainya sampai jutaan dolar, biasanya pakai kredit ekspor. APBN dipakai untuk uang muka atau pendamping.

Kalau misalnya pakai kredit ekspor, negara yang setuju kredit ekspor itu negara yang mana?
Negara produsen pesawatnya.

Kemhan itu kan negara Indonesia, beli dari PT DI. Bayar pakai kredit ekspor. Artinya, yang setuju Indonesia?
Enggak. Kita kan kerja sama dengan Airbus Helicopter. Gak perlu dipelintir.

Kita kan beli dari dalam negeri, kok kita seolah beli dari luar negeri?
Iya, karena memang ada porsi dari luar negeri. Sekalipun saya beli CN 235. One hundreds percent produksi Indonesia. Tapi ada komponen yang saya bilang tadi, Eropa punya, Amerika punya itu. So kembali lagi. Ini produk Indonesia, diintegrasikan atau diproduksi di Indonesia. Tapi tetap ada komponen milik negara lain. Dan, kita punya hak untuk dapatkan kredit ekspor dari luar negeri. Karena bank dalam negeri belum tentu mau.

Apa alasan terjadinya jeda waktu antara penandatanganan kontrak dan kontrak efektif?
Karena Menteri Keuangan punya tata cara loan agreement. Bisa sebulan, tiga bulan, bahkan bisa satu tahun.

Pada akhirnya, PTDI kena penalti kan, kalau terlambat?
Iya. Apabila sudah melewati waktu yang diperjanjikan sejak kontrak efektif, bukan kontrak ditandatangani. Kalau ada orang luar bilang kontrak ditandatangani 2012 dan harusnya 2014 jadi, padahal enggak pernah baca kontraknya, itu namanya ignorancy. Atau memang sengaja dipelintir untuk bilang PTDI goblok, tidak efisien, dan lain sebagainya. Tapi EC 725 tidak delay, bisa dicek.

Mengapa produksinya bisa lebih cepat ketimbang jadwal? Berarti belum ada uang tapi sudah dibikin dulu?
Itu tadi, kita kan selalu harus curi start. Begitu kontrak signed, bisa on delivery. Itu pernah kita kerjakan, pernah disetop juga sama Kementerian BUMN. Kita tidak boleh mengadakan apa pun kalau belum ada kontrak.

Tapi kenyataanya, tetap ada denda pada PTDI akibat keterlambatan?
Mungkin ada yang kena denda, kita terlambat memang terjadi. Ada juga yang terlambat, tapi tidak kena denda. Karena memang bukan kesalahan kita.

Apakah denda itu mengganggu keuangan perusahaan?
Secara umum any penalty mengganggu neraca perusahaan. Tapi some penalty sudah dimasukan dalam risiko analisa kita. Dicadangkan untuk bisa di-absorb dalam harga jual. Manusia kan enggak sempurna, program juga enggak sempurna. Itu risiko yang selalu kita hadapi.

Bagaimana kerja sama PTDI dengan Airbus? Apakah mereka terlalu dominan?
Kita tidak monopoli dengan Airbus. Kalau Airbus, Boeing mencoba memonopoli negara-negara maju dan punya duit, Itu sudah normatif. Bahkan AgustaWestland pun ingin masuk ke dalam pasar Indonesia. Itu bisnis normal.

Kapan AgustaWestland mendekati?
Saya sudah beberapa kali bertemu mereka. Tapi maksud saya, bukan karena mau jualan, baru mendekati saya. Kerja sama harus dikembangkan dari awal. Tidak instan kayak gitu, jadi dalam satu tahun. Kita harus kembangkan infrastrukturnya, latih orang-orangnya. Kerja sama itu bukan berarti dia investasi semua, kita sendiri mesti investasi.

Siapa saja boleh bekerja sama dengan PTDI?
Intinya begitu. Boleh-boleh saja. Tapi business proposal-nya mau seperti apa? Berikan juga ke KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), karena kami mesti kembali ke KKIP. Workable plan-nya seperti apa. Semua harus ada mutual benefit untuk kedua belah pihak.

Sejauh ini, apa saja yang sudah diperoleh PTDI dari Airbus?
Kita sudah mendapat ilmu-ilmu dari Airbus. Untuk bisa merawat, setidaknya helikopter-helikopter yang dibeli Angkatan. Selain itu, PTDI sekarang jadi pemasok EC 275. 15 tailboom tambah 8 fuselage per tahun. PTDI juga memasok komponen Airbus, masuk dalam global supply chain mereka. So we are industries. Bukan broker yang mencoba memperlihatkan kita mau dapatkan ToT (transfer of technology).

Jadi bukan cuma tukang cat dan ketok ya?
Kalau enggak saya mati. Kalau kerjanya cuma ngecat dan ngetok saya tinggal di Cibubur atau Pondok Cabe aja. Ngapain perusahaan segede gini.

GATRA

Kenapa PTDI gak dari awal2x terus terang aja sih masalah ginian?. Mereka punya PR Division nggak sih? Masalahnya gua udah terlanjur bonyok digebukin temen2x Filipin gua gara2x ngebela'in PTDI. Dah !! Kapok gua mbela'in PTDI hihhihihihi. Kan PTDI uddah punya akun di sosmed berarti ada tim yang menangani PR. Saran gua si PR ini juga aktif memantau akun sosmed customer PTDI yang banyak followernya seperti maxdefence. PR damage control gitu LOHHH.

English: I was suggesting PTDI should have an effective PR division to counter wrong information regarding the company.
 
.
Indonesian Army developt Gatling gun,

senjata-mesin-multi-laras-smml-kaliber-762-mm-koran-jakarta.jpg

FROM INDONESIA
TNI AD KEMBANGKAN SENJATA MESIN MULTI LARAS
23 MARCH 2017 DIANEKO_LC LEAVE A COMMENT
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) sedang mengembangkan senjata mesin multi laras (SMML) kaliber 7,62 mm dan senjata otomatis kaliber 5,56 mm. Pengembangan senjata tersebut dilakukan di Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD (Dislitbangad).

“Dislitbangad ini berkedudukan langsung di bawah Kepala Staf TNI AD (KSAD) yang bertugas pokok membina dan menyelenggarakan fungsi penelitian dan pengembangan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD,” kata Plh Sekertaris Dislitbangad, Kolonel Czi Gunawan Pakki saat memberikan pemaparan di Markas Dislitbangad, Jakarta, Rabu (22/3).

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, lanjut Gunawan, Dislitbangad menyelenggarakan fungsi-fungsi pengkajian, penelitian, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.Selain itu ada juga penelitian dan pengembangan insani meliputi aspek kesehatan, psikologi, mentaI, dan jasmani serta pengembangan organisasi dan sistem metode. “Dislitbangad juga menyelenggarakan kegiatan pengujian, percobaan, rekayasa pengembangan alat utama sistem senjata (Alutsista) yang terdiri dari senjata, amunisi, bahan peledak, kendaraan dan alat angkut, alat komunikasi dan sistem pengendalian senjata (Sisdaljat) serta alat utama sistem senjata lain,” ucap Gunawan.

Sementara itu, Kasie Rencana Kegiatan Bagian Materiil Umum Dislitbangad, Mayor Inf Darmaji mengatakan pengembangan senjata mesin multi laras (SMML) kaliber 7,62 mm ini dilakukan bersama PT Pindad.”Sudah dua kali dilakukan pengembangan bersama PT Pindad pertama terkait Integrated dan kedua Disintegrated,” kata Mayor Darmaji. Ia menjelaskan senjata mesin ini memiliki jangkauan sampai 1.500 meter dengan jarak efektif 600 meter.

”Untuk satu menit pemakaian senjata ini bisa mengeluarkan 3.000 amunisi,” jelas dia. Sementara itu, untuk senjata otomatis kaliber 5,56 mm masih terus dalam penelitian dan diharapkan untuk produksi massal tahun 2018.

Selain soal senjata, Dislitbangad juga mengembangkan kendaraan transportasi darat-air. Kendaraan ini sudah dalam rangkaian uji fungsi dari tim Dislitbangad.”Uji fungsi ini dilakukan untuk membuktikan rancang bangun sudah sesuai apa belum.

Dan setelah diuji tepat dengan spesifikasi teknis yang direncanakan pada tahun 2016,” kata Mayor Cpl Untung Sutopo. Kendaraan transportasi darat-air ini adalah penyempurnaan kendaraan yang dibuat pada tahun 2014.

“Jadi, Prototipe pertama yang dibuat 2014 memerlukan penyempurnaan, maka dilakukanlah pada 2016 yang menjadi Prototipe kedua,” tutup Mayor Untung seraya menambahkan kendaraan darat-air prototipe pertama sudah pernah dipakai untuk membantu evakuasi banjir di Jakarta.

Photo : Senjata mesin multi laras (SMML) kaliber 7,62 mm (Koran Jakarta)

Sumber : Koran Jakarta
 
.
Bingung bacanya.. Ini kontraknya udah signed apa belom?

Pertama bilang "sesuai kontrak yang disepakati." lalu paragraf 3 "Setelah kesepakatan Su-35 selesai". Apa sudah sepakat tapi belum efektif? hahaha
sama om wkwk, ane udah pasrah menanti...:cheesy:


Screen Shot 2017-03-23 at 6.33.25 PM.png
Screen Shot 2017-03-23 at 6.32.46 PM.png

Interior of the largest indonesian's custom ship
 
Last edited:
.

Latest posts

Back
Top Bottom