Berawal dari Salah Terjemah, Peta Laut China Selatan Tabrak Natuna
17 Januari 2020
Laut Natuna dan Nine Dash Line (image : KKP RI)
Jakarta - Indonesia bereaksi usai China mengklaim Perairan Natuna. Klaim China atas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia itu didasari oleh peta yang mereka bikin sendiri, yakni peta 'Nine Dash Line' atau 9 Garis Putus-putus China. Biang persoalan peta itu dinilai pakar berawal dari salah terjemahan.
Gara-gara salah terjemahan, pemerintah China sempat menganggap laut dangkal sebagai pulau. Celakanya, pulau yang tak pernah ada itu kemudian dipakai sebagai patokan batas lautan negara.
Penjelasan ini disampaikan ahli dari Chatam House, The Royal Institute of International Affairs, bernama Bill Hayton. Karyanya berjudul 'The Modern Origins of China's South China Sea Claims: Maps, Misunderstandings, and the Maritime Geobody', dimuat dalam jurnal Modern China, Sage Journals, tahun 2018.
Pembuatan peta berawal dari tahun 1933. Pemerintah Kuomintang pimpinan Chiang Kai-shek mendirikan Komite Pemetaan Daratan dan Lautan. Dua tahun kemudian, terbitlah 'Tabel Bahasa China dan Inggris untuk Semua Pulau dan Karang di Laut China Selatan'.
Berdasarkan pelacakan Bill Hayton, peta produk pemerintah China saat itu adalah hasil salinan dari United Kingdom Hydrographic Office tahun 1906 berjudul 'China Sea Directory Volume 1 dan 2', serta dari 'Asiatic Archipelago' terbitan Edward Stanford Ltd of London, tahun 1918. Dua-duanya merupakan peta bikinan Inggris.
Peta China produk Komite Pemetaan terbit tahun 1935. Namun peta tersebut memuat kesalahan terjemahan dan transliterasi dari Bahasa Inggris ke Bahasa China. Akibatnya fatal: muncul pulau-pulau yang sebenarnya tidak ada di dunia nyata.
Ilustrasi 9 Garis Putus-putus yang diklaim China, menabrak Natuna Indonesia juga (image : DW News)
Sebut saja: Busung Pasir Stags, Busung Pasir Owen, Dangkalan Seahorse (atau Routh), Karang Ganges, Pulau Karang Marino, Karang Glasgow, dan Busung Pasir Viper. Pulau-pulau itu sebenarnya adalah hasil salah terjemahan.
Ada dua lokasi yang penting di sini, yakni James Shoal yang terletak sekitar 100 km dari Kalimantan, dan Vanguard Bank dekat Vietnam. Dua lokasi itu kemudian menjadi titik terjauh pemetaan Laut China Selatan.
Di mana letak salah terjemahannya?
Sebenarnya, James Shoal dan Vanguard Bank ada di bawah permukaan air laut, jadi sama sekali bukan berbentuk pulau. Bill Hayton mengemukakan hipotesis, Komite China tidak melakukan survei lapangan secara langsung melainkan hanya menyalin peta Inggris.
Dalam bahasa Inggris, istilah 'shoal' atau 'bank' adalah dangkalan yang tidak timbul ke permukaan. Seharusnya, 'shoal' diterjemahkan menjadi 'qiantan', namun Komite China menerjemahkannya menjadi 'tan' yang artinya 'busung pasir' atau pasir yang timbul di atas permukaan air laut.
Akibatnya, salah terjemahannya menjadi begini:
James Shoal (Dangkalan Pasir James) : Zengmu Tan (Busung Pasir Zengmu)
Vanguard Bank (Dangkalan Vanguard) : Qianwei Tan (Busung Pasir Qianwei)
Tahun 1936, nasionalis pendiri Jurnal Ilmu Bumi dari Beijing Normal Univeresity, Bai Meichu, mendirikan Lembaga Geografi China. Bai Meichu ini menjadi tokoh sentral perancang '9 Garis Putus-putus'.
Batas kedaulatan 12 mil dan batas ZEE 200 mil (image : UN)
Berdasarkan peta pemerintah China yang salah terjemahan itu, Bai Meichu membuat dan menerbitkan 'Konstuksi Atlas Baru China' yang memuat peta Laut China selatan versinya sendiri. Bai Meichu menarik garis batas lautan China sampai ke James Shoal dan Vanguard Bank.
"Ini adalah pertama kalinya ada gambar garis semacam itu pada peta China. Meski begitu, ini bukan dokumen negara, ini adalah karya perorangan," kata Bill Hayton.
Bai Meichu menggambar James Shoal dan Vanguard Bank sebagai pulau-pulau pasir, dia juga menggambar Macclesfield Bank sebagai pulau-pulau. Padahal sebenarnya pulau-pulau itu tidak ada karena 'shoal' dan 'bank' ada di bawah permukaan laut.
"Pilihan untuk menunjuk James Shoal sebagai batas paling selatan dan pencantuman Vanguard Bank telah menghasilkan inovasi luar biasa. James Shaol dan Vanguard Bank membuat Kepulauan Spratly berada dalam klaim teritori China," tutur Bill Hayton.
Dua murid Bai Meichu bernama Fu Jiaojin dan Zheng Ziyue kemudian bekerja untuk pemerintah China. Zheng Ziyue ditugaskan Gubernur Taiwan untuk membuat peta Laut China Selatan pada 1946, isinya adalah memasukkan Kepulauan Prata (Dongsha), Paracel (Xisha), dan Spratly ke dalam daerah administratif Taiwan. Zheng Ziyue masih mengacu pada karya Bai Meichu untuk membuat peta baru.
Pada 25 September 1946, diadakan rapat di Kementerian dalam Negeri Republik China, dihadiri oleh pejabat Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan Nasional, dan Kepala Angkatan Laut. Dalam pertemuan itu, peta Laut China Selatan dengan garis berbentuk 'U' rancangan Bai Meichu dipaparkan, menegaskan klaim kembali hak China atas pulau-pulau yang semula diklaim Jepang.
Angkatan Laut Republik China mendarat di Pulau Itu Aba, Kepulauan Spratly, Desember 1946 (photo : wiki)
"Peta itu muncul pertama kali sebagai dokumen yang dihasilkan oleh pemerintah China yang mencakup garis berbentuk U di Laut China Selatan," kata Bill Hayton.
Sejak saat itu, Kepulauan Spratly yang jauh di selatan China dinyatakan sebagai bagian dari China. Meski demikian, pemerintah China bersama Zheng Ziye si perancang peta baru mendarat di Kepulauan Spratly pada 12 Desember 1946. Mereka mendarat di pulau terbesar bernama Itu Aba, nama berdasarkan dialek Melayu yang artinya 'Itu Apa'.
Ekspedisi China ke Itu Aba tak akan terwujud tanpa bantuan Amerika Serikat (AS). Kapal yang membawa pemerintah China adalah USS Decker milik Angkatan Laut AS yang dinamai ulang menjadi Kapal Taiping. AS berharap kapal-kapal bantuan mereka untuk China digunakan untuk memerangi kaum komunis revolusioner. Namun pemerintah Republik China menggunakan kapal itu untuk menancapkan bendera di Paracel dan Spratly. Selanjutnya, pulau Itu Aba diubah namanya menjadi Pulau Taiping, sesuai nama kapal yang membawa mereka ke lokasi itu untuk pertama kali.
Setelah ekspedisi-ekspedisi ini, lokasi-lokasi yang semual ditulis Bai Meichu sebagai 'tan' (busung pasir) kemudian diganti menjadi 'ansha' (pasir tersembunyi). Maka James Shoal yang semula diterjemahkan menjadi Zengmu Tan diganti menjadi Zengmu Ansha.
Pada 1948, Republik China menerbitkan Atlas Area Administratif dilengkapi dengan gambar garis berbentuk huruf U di Laut China Selatan, bentuknya adalah 11 garis putus-putus. Ini semua berangkat dari peta Inggris yang disadur dan salah diterjemahkan ke bahasa China. 11 Garis putus-putus itu kemudian dikenal di publik internasional sebagai 9 Garis Putus-putus atau 'Nine Dash Line'.
Bayangkan bila James Shoal dan Vanguard Bank tidak diterjemahkan secara salah menjadi pulau pasir, mungkin 9 Garis Putus-putus tidak akan digambar di peta China sampai menabrak Natuna.
(
Detik)
K300P Coastal Defense system maybe?
Prabowo Akan Kunjungan Kerja ke Rusia, Beli Misil?
Jumat, 17 Januari 2020 | 06:03 WIB
Achmad Nasrudin Yahya
|
Editor: Bayu Galih
JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Menteri Pertahanan
Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, Prabowo akan melanjutkan diplomasi pertahanan ke
Rusia.
Salah satu isu yang akan dibahas adalah Prabowo punya perhatian mengenai misil.
"Banyak hal, (di) Rusia. Pak Prabowo juga yang menjadi salah satu
concern dia (adalah) misil," ujar Dahnil di Kantor Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (16/1/2020).
Baca juga:
Ini Penyebab Prabowo Berhati-hati untuk Urusan Klaim China di Natuna
Kunjungan kerja Prabowo ke berbagai negara di belahan dunia merupakan bagian dari diplomasi pertahanan.
Salah satu tujuannya adalah memodernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.
Setelah selesai bertandang ke Rusia, kata Dahnil, Prabowo nantinya akan melaporkan rentetan lawatannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Iya semuanya (dilaporkan ke Presiden), akan beliau kasih pertimbangan. Makanya yang turun langsung Pak Prabowo," ucap Dahnil.
"Kenapa? Banyak hal, lah, tambah lagi kan harus perhatikan geopolitik dan geostrategisnya," kata dia.
Baca juga:
Diplomasi Pertahanan ke 7 Negara, Prabowo Beri Perhatian Khusus terhadap Alutsista TNI
Sejak dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 23 Oktober 2019, Prabowo sudah mengunjungi sejumlah negara.
Negara itu di antaranya Malaysia pada 14 November 2019, Thailand pada 17 November 2019, Turki pada 27-29 November 2019, dan China pada 15 Desember 2019.
Kemudian disusul Jepang pada 20 Desember 2019, Filipina pada 27 Desember 2019, Perancis pada 11-13 Januari 2020, dan Jerman pada 16 Januari 2020