What's new

Indonesia Aerospace Forum

Ground Test N-219 (Pict: Ijal Lubis)

View attachment 392214

Video: https://instagram.fcgk3-1.fna.fbcdn...45_1844823125841443_4278478001722621952_n.mp4

Snap 2017-04-22 at 16.38.58.jpg
 
.
PTDI contracts Honeywell TPE331 engines for NC212i



Indonesian aircraft manufacturer PT Dirgantara Indonesia has signed a contract with Honeywell for the purchase of 34 Honeywell TPE331 turboprop engines.

The engines will power PT Dirgantara Indonesia’s NC212i twin turboprop commuter aircraft and will be delivered over the next four years. The first six engines will be delivered later this year, with the rest delivered through 2020.

Honeywell’s TPE331 turboprop engines will allow NC212i aircraft with faster takeoffs and climbs, and more efficient cruise speeds, while reducing fuel burn and related fuel and operating costs. The engine is rated at 925 SHP and have a propeller speed of 1591 rpm.

Honeywell will also provide maintenance and support training for six PTDI engineers to promote line-maintenance skills for the TPE331 and transfer technical knowledge to locally based companies.

Honeywell has already supplied 11 TPE331 engines for PTDI’s NC212-400 and NC212i fleet in 2015.

The NC212 is a license built version of the Spanish CASA C212 aircraft. The program began in 1976 with the license manufacture of the NC212-200, manufacturing more than 100 of the type. Currently PTDI is the sole manufacturer of NC212 aircraft.

The NC-212 has a boxy fuselage, with a high-mounted wing, a conventional tail, and a fixed tricycle landing gear. It can seat 21–28 passengers depending on configuration.

The aircraft have a non-pressurized fuselage, hence it is limited to relatively low-altitude flight and is ideal for short legs and regional airline service.

The NC-212i has superior STOL capability, with its ability to take off from a 393 m long airstrip and land on 271 m.

http://www.aviationanalysis.net/2017/04/ptdi-contracts-honeywell-tpe331-engines.html
 
. .
PT DI joint development Aircraft and UAV with TAI


PTDI dan Turkish Aerospace Industries Kerjasama Pengembangan Pesawat
59157ece86ea8.jpg


Humas PTDI - Pada perhelatan International Defence Industry Fair (IDEF) 2017 yang diselenggarakan pada tanggal 9-12 Mei 2017 di Istanbul, Turkey, Direktur Utama PTDI, Budi Santoso menandatangani MoU dengan CEO Turkish Aerospace Industries, Inc (TAI), PhD. Temel KOTÌL.

MoU antara TAI dengan PTDI diantaranya :
- Peningkatan avionik dan sayap untuk pesawat-pesawat CN235.
- Pengembangan, sertifikasi dan produksi bersama pesawat N245.
- Global supply chain untuk komponen CN235
- Pengembangan bersama untuk pesawat tanpa awak kelas Medium Altitude Long Endurance (MALE).

http://www.bumn.go.id/ptdi/berita/1...ce-Industries-Kerjasama-Pengembangan-Pesawat-
 
Last edited:
. .
Drone BPPT successfully flew for seven hours

10.5923.j.ajis.20150501.02_001.gif



Drone BPPT sukses terbang selama tujuh jam
Bandung (ANTARA News) - Tim peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan sukses menerbangkan drone buatan mereka selama tujuh jam tanpa henti dalam uji coba pesawat udara nir-awak yang dinamakan Alap-alap PA4 itu di Pangandaran, Jawa Barat, Minggu.

Keterangan melalui layanan pesan telepon seluler yang dikirimkan Humas BPPT, Minggu, menyebutkan, selama terbang selama tujuh jam itu, drone Alap-alap menjelajah wilayah sejauh 623 km, menempuh jarak terjauh 100 km pada ketinggian 5.000 kaki.

Dalam misi tes ketahanan itu, Alap-alap PA 4 selesai melakukan misi pemetaan seluas 750 ha, sesuai dengan misi yang diembannya, yaitu pemetaan udara dan pengawasan dari udara.

Kepala program Drone BPPT Joko Purwono , seperti dikuti pesan itu, menyatakan, gimbal (rumah kamera) yang dibawa drone itu dapat memonitor visual dari udara secara daring.

Disebutkan, keunggulan drone Alap-alap PA4 adalah dapat melakukan pemetaan pada lokasi sejauh 50-80 km. Kemampuan pemetaan lebih dari 2.600 hektare perjam terbang dengan resolusi 13 cm/pixel.

Menurut Joko, drone Alap-alap PA4 sangat efisien dalam membantu pengawasan kawasan hutan, karena hutan seluas satu juta ha dapat dipetakan dalam 76 hari terbang.

Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan disebut perlu memiliki skuadron drone Alap-alap untuk membantu mengawasi kawasan hutan di Sumatera dan Kalimantan yang luasnya jutaan hektare. Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Wahyu W Pandoe menyatakan, pihaknya akan berupaya keras untuk mewujudkan agar drone hasil karya BPPT itu dapat dimanfaatkan oleh institusi pemerintah yang memerlukan, baik untuk keperluan militer maupun sipil.

Momentum Hari Kebangkitan Nasional dijadikan BPPT sebagai tonggak agar drone itu dapat dimanfaatkan untuk kedaulatan Tanah Air.

http://www.antaranews.com/berita/630530/drone-bppt-sukses-terbang-selama-tujuh-jam
 
. .
DWI HARTANTO, SI JENIUS DIBALIK PESAWAT TEMPUR GENERASI KEENAM





Dwi Hartanto, seorang diaspora Indonesia yang kemampuannya dalam bidang kedirgantaraan telah diakui secara internasional. Bahkan, baru-baru ini dia kembali menorehkan prestasi pada kompetisi riset teknologi dunia antar Space Agency.

Dwi beserta tim sukses menapakkan kakinya di podium tertinggi. Padahal, saingannya dalam ajang prestisus yang dihelat di Cologne, Jerman itu merupakan ilmuwan-ilmuwan handal perwakilan dari Space Agency negara maju, seperti ESA (Eropa), NASA (Amerika), DLR (ESA/Jerman), ESTEC (ESA/Belanda), JAXA (Jepang), UKSA (Inggris), CSA (Kanada), KARI (Korea), AEB (Brazil), INTA (Spanyol), dan masih banyak lagi.

“Kompetisi tersebut menghadirkan topik-topik riset dengan teknologi tinggi. Bahkan, tahapan seleksi masuknya juga tidak mudah. Sebelum masuk ke tahap final di Cologne, para ilmuwan harus melewati tahap seleksi internal di masing-masing Space Agency,” ujar Dwi.

Keberhasilan Dwi dalam ajang prestisius tersebut, khususnya pada kategori spacecraft technology tak lepas dari ide briliannya dalam menciptakan sebuah riset berjudul ‘Lethal Weapon in The Sky‘ atau ‘Senjata yang Mematikan di Angkasa’. Kandidat profesor muda bidang aerospace engineering itu pun mampu menghasilkan sejumlah teknologi utama yang kemudian dipatenkan.

“Sesuai dengan judul, saya dan tim mengembangkan pesawat tempur moderen yang disebut sebagai pesawat tempur generasi keenam (6th generation fighter jet). Hal ini berawal dari keberhasilan kami ketika diminta untuk membantu mengembangkan pesawat tempur EuroTyphoon di Airbus Space and Defence menjadi EuroTyphoon Next Generation,” tuturnya.

Doktor yang meraih titel Ph.D di Technische Univesiteit Delft, Belanda itu menjelaskan, saat ini perkembangan teknologi pesawat tempur memasuki level yang lebih tinggi, yakni era pertempuran pesawat abad baru. Untuk itu, Dwi mengembangkan mesin pesawat tempur moderen yang disebut dengan hybrid air-breathing rocket engine. Teknologi baru ini, kata dia, mampu membuat pesawat melesat, baik di dalam jangkauan atmosfer bumi maupun jangkaun di luar atmosfer.

“Sedangkan tipikal jet tempur generasi sebelumnya tidak dapat terbang seperti itu karena keterbatasan oksigen,” sebutnya.

Selama mempresentasikan inovasinya, Dwi memaparkan berbagai keunggulan pesawat yang sedang dikembangkan bersama timnya tersebut. Salah satunya, komponen pesawat berupa wing dan airframe body streamline aerodinamis dengan struktur yang solid untuk menunjang beragam manuver sulit. Hasilnya, banyak orang merasa penasaran, termasuk beberapa perwakilan dari Lockheed Martin dan NASA/JPL yang tertarik dengan teknologi ciptaannya.

“Bahkan sebelum saya sempat kembali ke tempat duduk, ada beberapa orang sedang menunggu dan menghampiri dengan raut muka sangat serius. Ternyata mereka tertarik dan menawarkan kerja sama strategis,” kenang alumnus Tokyo Institute of Technology itu.

Dengan capaian yang luar biasa tersebut, Dwi ingin menyampaikan kepada masyarakat luas, terutama dari kalangan akademisi dan peneliti supaya tidak takut untuk berinovasi. Menurut dia, Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni untuk menguasai bidang teknologi tinggi.

“Ajang ini salah satu pembuktiannya. Jadi jangan pernah pesimis, takut, apalagi berkecil hati apabila punya cita-cita yang tinggi, terutama yang berkaitan dengan program strategis kebangsaan untuk masa depan. Tetaplah menjadi pribadi yang ulet dan pantang menyerah,” tutup pria yang telah memegang tiga paten dalam bidang spacecraft technology itu.

ristekdikti.go.id


Indonesian diamond, the next Habibie, hope his knowledge can be implemented on IFX/KFX development.
 
.
Indonesian and Turkish aviation firms agree to collaborate on N245 commuter aircraft
ShareTweet

upload_2017-7-17_14-59-32.png



PT Dirgantara Indonesia (PTDI) and Turkish Aerospace Industries (TAI) signed a “Framework Agreement” on 06 July calling upon bilateral collaboration between the two aviation vendors.

In its official press release, TAI states that the agreement will see TAI collaborate with PTDI on the latter’s CN-235-based N245 commuter aircraft and N219 utility aircraft. Besides technical support, activities will also include joint marketing and other business initiatives.

PTDI and TAI will also cooperation in unmanned aerial vehicles (UAV), aerostructures and development in other areas of aeronautics.

The Framework Agreement follows a memorandum-of-understanding (MoU) signed by PTDI and TAI at the 2017 International Defence Industry Fair (IDEF), which took place in Istanbul in May.

Notes & Comments:

Being a development and co-production partner of the CN-235, PTDI is aiming to convert the venerable lightweight transport into a cost-effective commuter airliner. Under the N245 program, the CN-235 will eschew its rear-ramp and incorporate a new T-tail as well as Pratt & Whitney PW127 turboprop engines.

The N245 will have a capacity of 50 passengers and an internal payload of 5,500 kg. It will retain the CN-235’s versatility in hot-and-high conditions and rugged environments, such as incomplete runways. PTDI aims to have the N245 compete against the industry incumbent ATR-42.

Derived from the PTDI NC212, the N219 is being developed to compete with lightweight turboprop transports such as the Cessna Grand Caravan EX. In fact, the N219 will be a twin-engine design – using two Pratt & Whitney PT6A-42 turboprop engines. The N219 will have a passenger capacity of 19 and be positioned for civil and military requirements alike. Like the N245, the N219 will be optimized for use from unprepared runways, enabling it to operate from remote and inaccessible areas.

Jakarta hopes that the N245 and N219, which it considers programs of strategic importance, will draw upon Indonesia’s domestic requirements, which are borne from both public and private sector users. In fact, both programs draw upon existing designs, helping PTDI control the development cost overhead and, in turn, acquisition costs. Traction in the Indonesian market (with its 16 commercial airlines) could provide these aircraft with scale from the onset, making them competitive in the global market.

Turkey had also hoped for building a domestic airliner. In 2015, the Turkish Undersecretariat of Defence Industries (SSM) awarded the U.S.-based (but Turkish-American owned) Sierra Nevada Corporation (SNC) and its TRJet initiative to spearhead the program. SNC owns the German aircraft marker Dornier, and had proposed a variant of the Dornier 328 in the TRJ328. It is not clear where the TRJet initiative is currently at in terms of progression, though TAI’s entry into the PTDI N245 could provide a complementary avenue.

http://quwa.org/2017/07/11/indonesi...te-ptdis-cn-235-based-n245-commuter-aircraft/

Indonesia ready to conduct MALE drone flight test in 2019
16 hours ago | 906 Views
20170217skeldar_v-200.jpg

UAV. (www.avio.com)

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia, through the Agency for Assessment and Application of Technology (BPPT) and its consortium, is ready to conduct a flight test for its larger Medium Altitude Long Endurance (MALE) drone in 2019.

"For next drone development, we will develop larger MALE drone. It can fly for a longer distance, more loads and longer flight duration which can reach 24 hours. It will be used for border surveillance operations as part of the efforts to maintain security and defense," Wahyu Pandoe of the Engineering and Designing Industry Technology of the BPPT, said in Jakarta on Sunday.

Head of BPPT's Drone Program Joko Purwoto said Indonesia would have been able to conduct a flight test for its MALE drone in 2019.

The drone is being built by the BPPT in cooperation with its consortium, consisting of, among others, Indonesia's aircraft maker PT Dirgantara Indonesia, state-owned electronic firm PT LEN, the Ministry of Defense and Security and the Bandung-based Institute of Technology.

Unlike the Alap-alap, the smaller drone built by the BPPT which consumes octane-98 gasoline, the larger MALE drone will use avtur aircraft fuel.

This drone is developed with a capability to fly for 24 hours at the altitude of 30,000 feet and with a load of not only cameras but also radars.

Previously, BPPT has developed a number of types of drones such as the Wulung and Alap-alap PA-4 and Alap-alap PA-5. The Wulung drones which were built for surveillance activities were able to fly at a radius of 120 kilometers for four hours at an altitude of 8,000 feet.

http://www.antaranews.com/en/news/111876/indonesia-ready-to-conduct-male-drone-flight-test-in-2019
 
.
Drone%2BAlap-Alap%2BPA-4%2BBPPT.jpg


Drone Alap Alap PA4 BPPT

=============

2058574_20170717025455.jpg


Indonesia To Test Home-made Medium Altitude Long Endurance Military Drone In 2019

Our Bureau
05:15 AM, July 17, 2017


Indonesia has started developing a large medium altitude long endurance (MALE) military drone which it plans to test in 2019.

A consortium consisting of aircraft maker PT Dirgantara, Indonesian Agency for Assessment and Application of Technology (BPPT), state-owned electronic firm PT LEN, the Ministry of Defense and Security and the Bandung-based Institute of Technology is preparing to conduct a flight test for its larger Medium Altitude Long Endurance (MALE) drone in 2019.

"For next drone development, we will develop larger MALE drone. It can fly for a longer distance, more loads and longer flight duration which can reach 24 hours. It will be used for border surveillance operations as part of the efforts to maintain security and defense," Antara news said quoting Wahyu Pandoe of the BPPT in Jakarta on Sunday.

Head of BPPT's Drone Program Joko Purwoto said Indonesia would have been able to conduct a flight test for its MALE drone in 2019.

Unlike the Alap-alap, the smaller drone built by the BPPT which consumes octane-98 gasoline, the larger MALE drone will use avtur aircraft fuel.

This drone is developed with a capability to fly for 24 hours at the altitude of 30,000 feet and with a load of not only cameras but also radars.

Previously, BPPT has developed a number of types of drones such as the Wulung and Alap-alap PA-4 and Alap-alap PA-5. The Wulung drones which were built for surveillance activities were able to fly at a radius of 120 kilometers for four hours at an altitude of 8,000 feet.
 
.
Indonesia to Deliver 2 PH Air Force Aircraft this Quarter
28 Juli 2017

165b305c-92d0-4367-866a-21e98e8a8eee_169.jpg

PAF NC-212i aircraft (photo : Detik)

The delivery of Philippine Air Force’s two NC-212i short takeoff and landing (STOL) medium transport aircraft ordered from Indonesia state-owned PT Dirgantara Indonesia-Indonesian Aerospace may take place this third quarter.

The Philippine government entered a contract with the said Indonesian firm for the supply of two NC-212 aircraft early 2014. Delivery was expected late 2015.

MaxDefense Philippines said delivery may take place next month. MaxDefense said “PTDI failed to deliver the aircraft on time due to issues between PTDI and the approved autopilot supplier, who was bought by another company and was said to have not honored its commitments to PTDI, which led to the delay and blacklisting of PTDI.”

“Blacklisting from Philippine government procurement board [is] coming to an end in 3 days,” MaxDefense said.

However, according to a credible source of Update Philippines, delivery may take place in September.

CASA C-212 Aviocar is a turboprop-powered STOL medium transport aircraft designed and built by CASA in Spain. Construcciones Aeronáuticas SA (CASA) became a subsidiary of European Aeronautic Defence and Space Company (EADS) in 1999 as EADS CASA, and in 2009 EADS CASA was absorbed by Airbus Military.

At present, C-212s are also being produced under licence by Indonesian Aerospace under NC-212 family.

(Update)


 
.
Rajawali 720, Bukan Sekedar Drone


UAV berbentuk unik itu mulai meraung. Kecepatannya bertambah dan kemudian akhirnya lepas landas. Inilah UAV besutan PT. Bhineka Dwi Persada, yang diberi nama Rajawali 720. Selain bentuknya yang tidak biasa, spesifikasi UAV ini bisa dibilang lebih besar dibanding UAV lokal lainnya.

DRONEKEMHAN-5-copy.jpg

Secara umum, Rajawali 720 memiliki panjang 4 meter dan rentang sayap 7 meter. Dengan payload 100 kg, UAV ini memiliki kecepatan jelajah hingga 135 km/jam. Namun yang istimewa adalah ketahanan terbangnya yang bisa mencapai lebih dari 20 jam. Sementara jarak terbang Line of sight, masih di angka 150an km. Angka ini bisa bertambah jika Rajawali 720 bisa terkoneksi dengan kendali melalui satelit.

drone%2B5.jpg

Namun bukan hanya UAV yang ditawarkan. PT. Bhineka dwi persada juga merancang sistem integrasi antara UAV dan Prajurit di lapangan dalam sebuah Mobile Command Control Vehicle. MCCV ini murni desain PT. Bhineka bekerja sama dengan Balitbang Kemhan. Kendaraan truk ini, bukan hanya sebagai pengendali UAV, tapi juga sebagai mobil komando lapangan.

2017-07-27-12-59-52-1.jpg

Data dari UAV Rajawali nantinya bisa secara real time diteruskan ke prajurit di garis depan. Sebuah mobil kontrol, bisa mengendalikan hingga 64 prajurit sekaligus. Selain itu, prajurit juga nantinya dibekali kamera serta peralatan lain yang bisa dimonitor oleh komandan di dalam truk. Sistem pengantaran data sendiri menggunakan jaringan LTE buatan sendiri atau radio link yang tertutup sehingga dijamin keamanannya. PT. Bhineka menyebut sistem ini sebagai Indonesia Future Soldier. Menarik bukan? Semoga saja inovasi ini dilirik oleh Kemhan dan TNI.

ARC
 
.
Waiting For First Flight N219

LAPAN dan PTDI Lakukan Uji Terbang Rute dan Uji Coba Landasan Rumpin
22.00 Garuda Militer No comments

✈ Sambut First Flight N-219http://pustekbang.lapan.go.id/upload/landing_kodiak.jpg


Pesawat Kodiak 100 mendarat di runway 32 Rumpin Airfield

Rencana First Flight Pesawat N-219 yang tinggal menunggu hari, merupakan momen bersejarah yang patut di persiapan dengan matang, salah satunya adalah mencari alternatif lokasi pendaratan perdana di luar kota Bandung. Salah satu kandidat adalah landasan Rumpin yang berada di dekat lingkungan kantor Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN yang merupakan satker yang menangani langsung program pengembangan pesawat N-219 ini.

Pengujian kelayakan dan kesiapan landasan Rumpin untuk didarati pesawat N-219 dilaksanakan menggunakan pesawat chaser Kodiak 100 (pabrikan Quest Aircraft, USA). Pesawat 8-10 penumpang ini melakukan take-off dari landasan Udara Husein Sastranegara Bandung dan landing di Landasan Udara Rumpin (Rumpin Airfield) pada Sabtu yang lalu, (17/6/2017).

Kru yang melaksanakan penerbangan berjumlah 2 orang, Test Pilot Pesawat N-219 Captain Esther Gayatri dan Kapten Ervan, pilot dari TNI-AL. Penumpang yang turut serta dalam uji rute ini adalah Kepala Program Pesawat N219 LAPAN Ir. Agus Aribowo M.Eng dan Pilot Pustekbang Febri K.A Siahaan ST. Pesawat started engine pada pukul 08.05 WIB dan taxi menggunakan taxiway “G”. Adapun runway yang digunakan adalah nomor runway “29”. Pesawat airborne pada pukul 08.16 WIB dengan ketinggian 8500 ft. Setelah terbang menempuh waktu 31 menit, pesawat kemudian landing pada 08.47 WIB diatas runway 32.

Setelah mendarat, dilaksanakan backtrack dan lining up dari runway 14, dimana pesawat akan take off berlawanan arah dari arah landing. Hal ni dimaksudkan untuk menghemat waktu proses taxiing agar pesawat dapat segera take off kembali. Setelah pesawat mendapatkan clearance dari Pemandu Lalu Lintas Udara, pesawat take off dari landasan Rumpin pada pukul 08.50 WIB.

Setelah pesawat kembali take off, maka penerbangan pun dilanjutkan menuju Bandung dengan menggunakan rute yang hampir sama, namun dengan ketinggian jelajah 7500 ft. Pesawat berhasil mendarat pada pukul 09.39 WIB di bandara Husein Sastranegara. Adapun block time penerbangan dari Bandung-Rumpin-Bandung adalah 1 jam 29 menit. Setelah mendarat, dilakukan briefing terkait uji rute dan uji pendaratan di landasan rumpin, dan dalam beberapa hari ke depan akan dilaporkan hasil analisa teknis dengan mendapat input dari ground crew yang telah melakukan check lapangan dan laporan tertulis pilot sebagai masukan.

LAPAN
 
. .
Waiting For First Flight N219

LAPAN dan PTDI Lakukan Uji Terbang Rute dan Uji Coba Landasan Rumpin
22.00 Garuda Militer No comments

✈ Sambut First Flight N-219


Pesawat Kodiak 100 mendarat di runway 32 Rumpin Airfield

Rencana First Flight Pesawat N-219 yang tinggal menunggu hari, merupakan momen bersejarah yang patut di persiapan dengan matang, salah satunya adalah mencari alternatif lokasi pendaratan perdana di luar kota Bandung. Salah satu kandidat adalah landasan Rumpin yang berada di dekat lingkungan kantor Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN yang merupakan satker yang menangani langsung program pengembangan pesawat N-219 ini.

Pengujian kelayakan dan kesiapan landasan Rumpin untuk didarati pesawat N-219 dilaksanakan menggunakan pesawat chaser Kodiak 100 (pabrikan Quest Aircraft, USA). Pesawat 8-10 penumpang ini melakukan take-off dari landasan Udara Husein Sastranegara Bandung dan landing di Landasan Udara Rumpin (Rumpin Airfield) pada Sabtu yang lalu, (17/6/2017).

Kru yang melaksanakan penerbangan berjumlah 2 orang, Test Pilot Pesawat N-219 Captain Esther Gayatri dan Kapten Ervan, pilot dari TNI-AL. Penumpang yang turut serta dalam uji rute ini adalah Kepala Program Pesawat N219 LAPAN Ir. Agus Aribowo M.Eng dan Pilot Pustekbang Febri K.A Siahaan ST. Pesawat started engine pada pukul 08.05 WIB dan taxi menggunakan taxiway “G”. Adapun runway yang digunakan adalah nomor runway “29”. Pesawat airborne pada pukul 08.16 WIB dengan ketinggian 8500 ft. Setelah terbang menempuh waktu 31 menit, pesawat kemudian landing pada 08.47 WIB diatas runway 32.

Setelah mendarat, dilaksanakan backtrack dan lining up dari runway 14, dimana pesawat akan take off berlawanan arah dari arah landing. Hal ni dimaksudkan untuk menghemat waktu proses taxiing agar pesawat dapat segera take off kembali. Setelah pesawat mendapatkan clearance dari Pemandu Lalu Lintas Udara, pesawat take off dari landasan Rumpin pada pukul 08.50 WIB.

Setelah pesawat kembali take off, maka penerbangan pun dilanjutkan menuju Bandung dengan menggunakan rute yang hampir sama, namun dengan ketinggian jelajah 7500 ft. Pesawat berhasil mendarat pada pukul 09.39 WIB di bandara Husein Sastranegara. Adapun block time penerbangan dari Bandung-Rumpin-Bandung adalah 1 jam 29 menit. Setelah mendarat, dilakukan briefing terkait uji rute dan uji pendaratan di landasan rumpin, dan dalam beberapa hari ke depan akan dilaporkan hasil analisa teknis dengan mendapat input dari ground crew yang telah melakukan check lapangan dan laporan tertulis pilot sebagai masukan.

LAPAN

one of the test pilot is our Navy guys, wonder if they will order and get the plane soon
 
.
Back
Top Bottom