What's new

Indonesia Defence Forum

Russia, Indonesia Discuss Delivery Contract of 2 Stealth Submarines to Jakarta

1037337952.jpg


MILITARY & INTELLIGENCE
11:10 21.03.2017

Russia and Indonesia are in discussions over a contract on the delivery of two stealth submarines to Jakarata, the deputy director of Russia's Federal Service for Military-Technical Cooperation (FSMTC) told Sputnik.

LANGKAWI (Malaysia) (Sputnik) — Petukhov heads the Russian delegation at the Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition LIMA-2017, where the Project 636 is among the 500 pieces of Russian military hardware showcased.

"The draft contract is under discussion," Mikhail Petukhov said of the Project 636 Varshavyanka class diesel-electric submarines.

The Varshavyanka-class is an improved version of Kilo-class submarines that feature elements of advanced stealth technology, extended combat range and the ability to strike land, surface and underwater targets.

The vessel, carrying crews of 52, has a top underwater speed of 20 knots and a cruising range of 400 miles (electric propulsion), with the ability to patrol for 45 days. The submarines are armed with 18 torpedoes and eight surface-to-air missiles.

The submarines are mainly intended for anti-ship and anti-submarine missions in coastal waters.

https://sputniknews.com/military/201703211051796709-subs-russia-indonesia-deliveries/
 
.
Russia, Indonesia Discuss Delivery Contract of 2 Stealth Submarines to Jakarta

1037337952.jpg


MILITARY & INTELLIGENCE
11:10 21.03.2017

Russia, Indonesia Launch Draft Contract Talks on Delivery of Su-35 Fighters
Russia and Indonesia are in discussions over a contract on the delivery of two stealth submarines to Jakarata, the deputy director of Russia's Federal Service for Military-Technical Cooperation (FSMTC) told Sputnik.

LANGKAWI (Malaysia) (Sputnik) — Petukhov heads the Russian delegation at the Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition LIMA-2017, where the Project 636 is among the 500 pieces of Russian military hardware showcased.

"The draft contract is under discussion," Mikhail Petukhov said of the Project 636 Varshavyanka class diesel-electric submarines.

The Varshavyanka-class is an improved version of Kilo-class submarines that feature elements of advanced stealth technology, extended combat range and the ability to strike land, surface and underwater targets.

The vessel, carrying crews of 52, has a top underwater speed of 20 knots and a cruising range of 400 miles (electric propulsion), with the ability to patrol for 45 days. The submarines are armed with 18 torpedoes and eight surface-to-air missiles.

The submarines are mainly intended for anti-ship and anti-submarine missions in coastal waters.

https://sputniknews.com/military/201703211051796709-subs-russia-indonesia-deliveries/
wah, berita lontong naik lagi...


Russia, Indonesia Launch Draft Contract Talks on Delivery of Su-35 Fighters


Russia and Indonesia launched negotiations over a draft contract on the delivery of Russian Su-35 Flanker multirole fighters to Jakarta, the deputy director of Russia's Federal Service for Military-Technical Cooperation (FSMTC) told Sputnik.



17266280_1846761972258557_4298061618073305088_n.jpg

@girvanmogot1010

© FLICKR/ MATT MORGAN
Indian Air Force Su-30MKIs to Get Su-35 Engines After Modernization
LANGKAWI (Sputnik) — The Su-35 fighter was developed by Russia's Sukhoi Company aircraft manufacturer between 2003 and 2008. It was first introduced to a foreign audience at the 2013 Paris Air Show as a "4++ generation" heavily-upgraded derivative of the Su-27 multirole fighter.


"Currently, negotiations are underway to agree on a draft contract for the supply of Su-35 aircraft to the Republic of Indonesia. We hope that the signing will take place in the near future," Mikhail Petukhov said.

Petukhov, who heads the Russian delegation at the Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition LIMA-2017, said the number of Su-35s to deliver would be after finalizing the contract terms.

Media reports suggested late last year that Indonesia could buy up to 10 Russian-made multirole superiority fighters.

https://sputniknews.com/military/201703211051798926-russia-indonesia-su35/
 
Last edited:
. . .
Update on the status of the NC-212i aircraft ordered by the Philippine Air Force from Indonesian Aerospace (PTDI).

Loosely translating the statement from PTDI (written in Bahasa Indonesia), it appears that the PTDI had supply problems with the autopilot system as the supplier (Cobham) was taken over by a new company (Genesys) which did not acknowledge earlier agreements with PTDI. Also, a new design for the autopilot will only be getting certification from EASA on or before October 2017. But PTDI is ready to deliver the aircraft without the autopilot system if PAF agrees so.

Another issue is that the training of PAF personnel has not taken place yet.

The penalty for blacklisting was also lifted as PTDI was able to explain the issue to the GPPB, although the blacklist remains until its expiry date.

Meanwhile, below is a recent photo of the 1 of the aircraft intended for the PAF
Source: Maxdefense & Gombaljaya

17342781_516223575214971_6103263770373310796_n.jpg

17353260_516223588548303_1860602316632887253_n.jpg
 
. .
>>> This news confirms some rumors in Formil about the upcoming SU-35 contract might be tied with several other weapons system acquisition from Russia.

Russia planning series of defense contracts with Indonesia on Su-35 fighter jets

LANGKAWI (Malaysia), March 22. /TASS/. A contract to deliver Su-35 multirole fighter jets to Indonesia will be the first in a series of planned defense deals with this country, the director for international cooperation and regional policy at Russia's defense industry conglomerate Rostec said Wednesday.

"Once the Su-35 deal is complete, we plan to engage in naval projects with the Indonesian side," Viktor Kladov, who heads the joint delegation of Rostec and state arms exporter Rosoboronexport, told reporters at the Langkawi International Maritime & Aerospace Exhibition (LIMA) in Malaysia.

A contract on helicopters may follow, the official said, adding that Indonesia also showed interest in Russia’s Be-200 multipurpose amphibious aircraft to tackle wildfires.

"Indonesia is interested in purchasing two or three aircraft of this kind," he said.

http://tass.com/defense/936765
 
.
Special report from GATRA
Arie Wibowo, Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia: ''Kita Industri, Bukan Broker''

Denda akibat keterlambatan produksi dan kerja sama dengan Airbus menjadi dua isu yang menerpa PT Dirgantara Indonesia. Walau begitu, perusahaan ini sudah bisa menjadi bagian dari rantai pasokan global industri dirgantara dunia

PT Dirgantara Indonesia sebagai pelaku industri strategis dalam negeri sedang menghadapi cobaan. Kemampuan pabrik pesawat terbang dan helikopter asal Bandung, Jawa Barat, ini dipertanyakan. Terutama setelah polemik pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI Angkatan Udara beberapa waktu lalu, yang bukan produksi PT DI. Perusahaan pelat merah ini diragukan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan helikopter, mulai dari komitmen ketepatan waktu pengiriman produk hingga pola kerja samanya dengan Airbus.

''Manusia kan tidak sempurna, program juga enggak sempurna. Itu risiko yang selalu kita hadapi,'' kata Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, ketika ditemui Gatra di kantornya, Selasa kemarin.

Menurut pria yang sudah 32 tahun berkarier di PTDI itu, keterlambatan produksi memang terjadi. Namun, semua itu ada sebabnya. Bisa dari tanggal efektif kontrak berlaku, hingga ketersediaan dana ataupun suku cadang komponen. Keterlambatan itu punya konsekuensi, yakni penalti atau denda. Meski tidak semuanya demikian. ''Ada yang tidak kena, karena bukan kesalahan kita,'' kata Arie, saat diwawancarai Cavin R. Manuputty dan Jennar Kiansantang dari Gatra.

Benarkah PTDI terlambat memproduksi enam helikopter EC 725 pesanan TNI AU?
Kita on time di enam helikopter ini. Bahkan kita malah ahead (lebih cepat) to schedule.

Bukankah pemesanan itu sejak 2012 dan seharusnya dikirim semua pada 2014?
Harusnya tahun kemarin (2016) dua, tahun ini (2017) empat. Itu menurut kontrak ya. Kalau mau, buka kontraknya. Jangan lupa ya, contract signed bukan berarti efektif. Itu kuncinya.

Bedanya apa?
Pembelian pemerintah itu memakai loan. Kontrak dinyatakan efektif apabila loan disetujui. Loan itu diambil dari luar negeri. Kemudian disetujui Kementerian Keuangan, dikonfirmasikan ke Kementerian Pertahanan. Kemudian LC dibuka, kemudian dinyatakan kontrak itu efektif. Jadi, bukan terlambat sebetulnya, karena kontraknya belum efektif. Bisa saja, si pembeli tanda tangan kontrak 2012. Kalau efektif 2013, tidak bisa dihitung dari 2012. Harus dihitung dari kontrak itu efektif.

Pola pembayaran ini selalu terjadi dengan Kementerian Pertahanan atau dalam kontrak tertentu saja?
Dengan Kemhan ini untuk pesanan yang besar-besar, nilainya sampai jutaan dolar, biasanya pakai kredit ekspor. APBN dipakai untuk uang muka atau pendamping.

Kalau misalnya pakai kredit ekspor, negara yang setuju kredit ekspor itu negara yang mana?
Negara produsen pesawatnya.

Kemhan itu kan negara Indonesia, beli dari PT DI. Bayar pakai kredit ekspor. Artinya, yang setuju Indonesia?
Enggak. Kita kan kerja sama dengan Airbus Helicopter. Gak perlu dipelintir.

Kita kan beli dari dalam negeri, kok kita seolah beli dari luar negeri?
Iya, karena memang ada porsi dari luar negeri. Sekalipun saya beli CN 235. One hundreds percent produksi Indonesia. Tapi ada komponen yang saya bilang tadi, Eropa punya, Amerika punya itu. So kembali lagi. Ini produk Indonesia, diintegrasikan atau diproduksi di Indonesia. Tapi tetap ada komponen milik negara lain. Dan, kita punya hak untuk dapatkan kredit ekspor dari luar negeri. Karena bank dalam negeri belum tentu mau.

Apa alasan terjadinya jeda waktu antara penandatanganan kontrak dan kontrak efektif?
Karena Menteri Keuangan punya tata cara loan agreement. Bisa sebulan, tiga bulan, bahkan bisa satu tahun.

Pada akhirnya, PTDI kena penalti kan, kalau terlambat?
Iya. Apabila sudah melewati waktu yang diperjanjikan sejak kontrak efektif, bukan kontrak ditandatangani. Kalau ada orang luar bilang kontrak ditandatangani 2012 dan harusnya 2014 jadi, padahal enggak pernah baca kontraknya, itu namanya ignorancy. Atau memang sengaja dipelintir untuk bilang PTDI goblok, tidak efisien, dan lain sebagainya. Tapi EC 725 tidak delay, bisa dicek.

Mengapa produksinya bisa lebih cepat ketimbang jadwal? Berarti belum ada uang tapi sudah dibikin dulu?
Itu tadi, kita kan selalu harus curi start. Begitu kontrak signed, bisa on delivery. Itu pernah kita kerjakan, pernah disetop juga sama Kementerian BUMN. Kita tidak boleh mengadakan apa pun kalau belum ada kontrak.

Tapi kenyataanya, tetap ada denda pada PTDI akibat keterlambatan?
Mungkin ada yang kena denda, kita terlambat memang terjadi. Ada juga yang terlambat, tapi tidak kena denda. Karena memang bukan kesalahan kita.

Apakah denda itu mengganggu keuangan perusahaan?
Secara umum any penalty mengganggu neraca perusahaan. Tapi some penalty sudah dimasukan dalam risiko analisa kita. Dicadangkan untuk bisa di-absorb dalam harga jual. Manusia kan enggak sempurna, program juga enggak sempurna. Itu risiko yang selalu kita hadapi.

Bagaimana kerja sama PTDI dengan Airbus? Apakah mereka terlalu dominan?
Kita tidak monopoli dengan Airbus. Kalau Airbus, Boeing mencoba memonopoli negara-negara maju dan punya duit, Itu sudah normatif. Bahkan AgustaWestland pun ingin masuk ke dalam pasar Indonesia. Itu bisnis normal.

Kapan AgustaWestland mendekati?
Saya sudah beberapa kali bertemu mereka. Tapi maksud saya, bukan karena mau jualan, baru mendekati saya. Kerja sama harus dikembangkan dari awal. Tidak instan kayak gitu, jadi dalam satu tahun. Kita harus kembangkan infrastrukturnya, latih orang-orangnya. Kerja sama itu bukan berarti dia investasi semua, kita sendiri mesti investasi.

Siapa saja boleh bekerja sama dengan PTDI?
Intinya begitu. Boleh-boleh saja. Tapi business proposal-nya mau seperti apa? Berikan juga ke KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), karena kami mesti kembali ke KKIP. Workable plan-nya seperti apa. Semua harus ada mutual benefit untuk kedua belah pihak.

Sejauh ini, apa saja yang sudah diperoleh PTDI dari Airbus?
Kita sudah mendapat ilmu-ilmu dari Airbus. Untuk bisa merawat, setidaknya helikopter-helikopter yang dibeli Angkatan. Selain itu, PTDI sekarang jadi pemasok EC 275. 15 tailboom tambah 8 fuselage per tahun. PTDI juga memasok komponen Airbus, masuk dalam global supply chain mereka. So we are industries. Bukan broker yang mencoba memperlihatkan kita mau dapatkan ToT (transfer of technology).

Jadi bukan cuma tukang cat dan ketok ya?
Kalau enggak saya mati. Kalau kerjanya cuma ngecat dan ngetok saya tinggal di Cibubur atau Pondok Cabe aja. Ngapain perusahaan segede gini.

GATRA
 
. .
Special report from GATRA
Arie Wibowo, Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia: ''Kita Industri, Bukan Broker''

Denda akibat keterlambatan produksi dan kerja sama dengan Airbus menjadi dua isu yang menerpa PT Dirgantara Indonesia. Walau begitu, perusahaan ini sudah bisa menjadi bagian dari rantai pasokan global industri dirgantara dunia

PT Dirgantara Indonesia sebagai pelaku industri strategis dalam negeri sedang menghadapi cobaan. Kemampuan pabrik pesawat terbang dan helikopter asal Bandung, Jawa Barat, ini dipertanyakan. Terutama setelah polemik pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI Angkatan Udara beberapa waktu lalu, yang bukan produksi PT DI. Perusahaan pelat merah ini diragukan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan helikopter, mulai dari komitmen ketepatan waktu pengiriman produk hingga pola kerja samanya dengan Airbus.

''Manusia kan tidak sempurna, program juga enggak sempurna. Itu risiko yang selalu kita hadapi,'' kata Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, ketika ditemui Gatra di kantornya, Selasa kemarin.

Menurut pria yang sudah 32 tahun berkarier di PTDI itu, keterlambatan produksi memang terjadi. Namun, semua itu ada sebabnya. Bisa dari tanggal efektif kontrak berlaku, hingga ketersediaan dana ataupun suku cadang komponen. Keterlambatan itu punya konsekuensi, yakni penalti atau denda. Meski tidak semuanya demikian. ''Ada yang tidak kena, karena bukan kesalahan kita,'' kata Arie, saat diwawancarai Cavin R. Manuputty dan Jennar Kiansantang dari Gatra.

Benarkah PTDI terlambat memproduksi enam helikopter EC 725 pesanan TNI AU?
Kita on time di enam helikopter ini. Bahkan kita malah ahead (lebih cepat) to schedule.

Bukankah pemesanan itu sejak 2012 dan seharusnya dikirim semua pada 2014?
Harusnya tahun kemarin (2016) dua, tahun ini (2017) empat. Itu menurut kontrak ya. Kalau mau, buka kontraknya. Jangan lupa ya, contract signed bukan berarti efektif. Itu kuncinya.

Bedanya apa?
Pembelian pemerintah itu memakai loan. Kontrak dinyatakan efektif apabila loan disetujui. Loan itu diambil dari luar negeri. Kemudian disetujui Kementerian Keuangan, dikonfirmasikan ke Kementerian Pertahanan. Kemudian LC dibuka, kemudian dinyatakan kontrak itu efektif. Jadi, bukan terlambat sebetulnya, karena kontraknya belum efektif. Bisa saja, si pembeli tanda tangan kontrak 2012. Kalau efektif 2013, tidak bisa dihitung dari 2012. Harus dihitung dari kontrak itu efektif.

Pola pembayaran ini selalu terjadi dengan Kementerian Pertahanan atau dalam kontrak tertentu saja?
Dengan Kemhan ini untuk pesanan yang besar-besar, nilainya sampai jutaan dolar, biasanya pakai kredit ekspor. APBN dipakai untuk uang muka atau pendamping.

Kalau misalnya pakai kredit ekspor, negara yang setuju kredit ekspor itu negara yang mana?
Negara produsen pesawatnya.

Kemhan itu kan negara Indonesia, beli dari PT DI. Bayar pakai kredit ekspor. Artinya, yang setuju Indonesia?
Enggak. Kita kan kerja sama dengan Airbus Helicopter. Gak perlu dipelintir.

Kita kan beli dari dalam negeri, kok kita seolah beli dari luar negeri?
Iya, karena memang ada porsi dari luar negeri. Sekalipun saya beli CN 235. One hundreds percent produksi Indonesia. Tapi ada komponen yang saya bilang tadi, Eropa punya, Amerika punya itu. So kembali lagi. Ini produk Indonesia, diintegrasikan atau diproduksi di Indonesia. Tapi tetap ada komponen milik negara lain. Dan, kita punya hak untuk dapatkan kredit ekspor dari luar negeri. Karena bank dalam negeri belum tentu mau.

Apa alasan terjadinya jeda waktu antara penandatanganan kontrak dan kontrak efektif?
Karena Menteri Keuangan punya tata cara loan agreement. Bisa sebulan, tiga bulan, bahkan bisa satu tahun.

Pada akhirnya, PTDI kena penalti kan, kalau terlambat?
Iya. Apabila sudah melewati waktu yang diperjanjikan sejak kontrak efektif, bukan kontrak ditandatangani. Kalau ada orang luar bilang kontrak ditandatangani 2012 dan harusnya 2014 jadi, padahal enggak pernah baca kontraknya, itu namanya ignorancy. Atau memang sengaja dipelintir untuk bilang PTDI goblok, tidak efisien, dan lain sebagainya. Tapi EC 725 tidak delay, bisa dicek.

Mengapa produksinya bisa lebih cepat ketimbang jadwal? Berarti belum ada uang tapi sudah dibikin dulu?
Itu tadi, kita kan selalu harus curi start. Begitu kontrak signed, bisa on delivery. Itu pernah kita kerjakan, pernah disetop juga sama Kementerian BUMN. Kita tidak boleh mengadakan apa pun kalau belum ada kontrak.

Tapi kenyataanya, tetap ada denda pada PTDI akibat keterlambatan?
Mungkin ada yang kena denda, kita terlambat memang terjadi. Ada juga yang terlambat, tapi tidak kena denda. Karena memang bukan kesalahan kita.

Apakah denda itu mengganggu keuangan perusahaan?
Secara umum any penalty mengganggu neraca perusahaan. Tapi some penalty sudah dimasukan dalam risiko analisa kita. Dicadangkan untuk bisa di-absorb dalam harga jual. Manusia kan enggak sempurna, program juga enggak sempurna. Itu risiko yang selalu kita hadapi.

Bagaimana kerja sama PTDI dengan Airbus? Apakah mereka terlalu dominan?
Kita tidak monopoli dengan Airbus. Kalau Airbus, Boeing mencoba memonopoli negara-negara maju dan punya duit, Itu sudah normatif. Bahkan AgustaWestland pun ingin masuk ke dalam pasar Indonesia. Itu bisnis normal.

Kapan AgustaWestland mendekati?
Saya sudah beberapa kali bertemu mereka. Tapi maksud saya, bukan karena mau jualan, baru mendekati saya. Kerja sama harus dikembangkan dari awal. Tidak instan kayak gitu, jadi dalam satu tahun. Kita harus kembangkan infrastrukturnya, latih orang-orangnya. Kerja sama itu bukan berarti dia investasi semua, kita sendiri mesti investasi.

Siapa saja boleh bekerja sama dengan PTDI?
Intinya begitu. Boleh-boleh saja. Tapi business proposal-nya mau seperti apa? Berikan juga ke KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), karena kami mesti kembali ke KKIP. Workable plan-nya seperti apa. Semua harus ada mutual benefit untuk kedua belah pihak.

Sejauh ini, apa saja yang sudah diperoleh PTDI dari Airbus?
Kita sudah mendapat ilmu-ilmu dari Airbus. Untuk bisa merawat, setidaknya helikopter-helikopter yang dibeli Angkatan. Selain itu, PTDI sekarang jadi pemasok EC 275. 15 tailboom tambah 8 fuselage per tahun. PTDI juga memasok komponen Airbus, masuk dalam global supply chain mereka. So we are industries. Bukan broker yang mencoba memperlihatkan kita mau dapatkan ToT (transfer of technology).

Jadi bukan cuma tukang cat dan ketok ya?
Kalau enggak saya mati. Kalau kerjanya cuma ngecat dan ngetok saya tinggal di Cibubur atau Pondok Cabe aja. Ngapain perusahaan segede gini.

GATRA

Sesuai prinsip hukum, namanya kontrak sudah ditandatangani ya berarti sudah efektif... Kalau memang beda, ya harusnya ada pasal khusus tentang kapan kontrak efektif. Kalau tidak ada, balik lagi ke prinsip awal, kontrak efektif itu ya mulai ketika kontrak ditandatangani. Ini kok kayak cari excuse gini... Kalau sudah telat, ya penalty sudah siap menanti... Ahh...lieurr....
 
.
Sesuai prinsip hukum, namanya kontrak sudah ditandatangani ya berarti sudah efektif... Kalau memang beda, ya harusnya ada pasal khusus tentang kapan kontrak efektif. Kalau tidak ada, balik lagi ke prinsip awal, kontrak efektif itu ya mulai ketika kontrak ditandatangani. Ini kok kayak cari excuse gini... Kalau sudah telat, ya penalty sudah siap menanti... Ahh...lieurr....

Nggak juga. Dalam penandatanganan kontrak biasanya disebutkan kapan berlaku efektif kontrak tersebut. Dalam hal pembelian NC-212i oleh pemerintah filipina ke PT.DI, kan disebutkan kontrak berlaku effektif setelah loan disetujui. Kecuali klo tidak dijelaskan dalam kontrak mengenai tanggal efektif kontrak baru penandatanganan kontrak = kontrak efektif.

Udah clear lah sekarang soal PT.DI. Masalah emang ada dan cukup berat, terutama beban finansial masa lalu yang jadi ganjalan perbaikan kinerja. Tetapi nggak seheboh pemberitaanya lah... seolah-olah amburadul betul PT.DI.
 
Last edited:
. .
Nggak juga. Dalam penandatanganan kontrak biasanya disebutkan kapan berlaku efektif kontrak tersebut. Dalam hal pembelian NC-212i oleh pemerintah filipina ke PT.DI, kan disebutkan kontrak berlaku effektif setelah loan disetujui. Kecuali klo tidak dijelaskan dalam kontrak mengenai tanggal efektif kontrak baru penandatanganan kontrak = kontrak efektif.

Udah clear lah sekarang soal PT.DI. Masalah emang ada dan cukup berat, terutama beban finansial masa lalu yang jadi ganjalan perbaikan kinerja. Tetapi nggak seheboh pemberitaanya lah... seolah-olah amburadul betul PT.DI.

If that special clause exists then PT DI does comply with the contract...it's that simple. It's the news that really needs to be corrected then...
 
.
New Marines Commander
Surabaya: Komandan Korps Marinir (Dankormar) yang baru Mayjen (Mar) Bambang Suswantono mengikuti upacara penyambutan oleh prajurit Marinir wilayah timur (Marwiltim) di Bumi Marinir Karangpilang Surabaya, Jawa Timur, Rabu (22/3/2017). Mayjen (Mar) Bambang Suswantono menggantikan pejabat lama Mayjen (Mar) R.M Trusono yang selanjutnya menjabat sebagai Komandan Sekolah Komando dan Staf (Dansesko) TNI.

marinir.jpg


SAR exercise
Basarnas bersama TNI, Polri, RAPI serta unsur terkait lainnya melakukan simulasi penyelamatan jatuhnya pesawat Dirgantara Air di perairan Malahayati, Krueng raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (22/3/2017). Simulasi gabungan tersebut bertujuan meningkatkan kemampuan personil dalam penanganan dan pertolongan bencana, termasuk kecelakaan di laut.

sar.jpg


If that special clause exists then PT DI does comply with the contract...it's that simple. It's the news that really needs to be corrected then...

True, although that's just one problem that arise in PH NC-212i case. There're 2 other problems, the autopilot system and the training schedule. So.. yes... PT.DI still need to get their act together and clean up their mess. But i glad that Philippines can understand why such troubles come up and lifted up the penalty.
 
Last edited:
. .
Back
Top Bottom