What's new

Indonesia Defence Forum

Last edited:
.
Soal Heli AW 101, PTDI Dinilai Harus Putus Kontrak dengan Airbus

9a4b7de3-9fc6-4670-9783-d6523af6ee4e_169.jpg

Jakarta - Dewan Penasehat National Air Space and Power Center of Indonesia (NASPCI) Connie Rahakundini mengatakan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) harus segera mengakhiri kontrak dengan Airbus. Menurutnya kontrak yang sudah berjalan 40 tahun itu tidak menghasilkan apa-apa untuk kemajuan industri pertahanan Indonesia.

"PT Dirgantara Indonesia (DI) harus memutuskan kontrak dengan yang sudah 40 tahun dengan Airbus. Kontrak Yang tidak jelas dan tidak menghasilkan apa-apa. Kita bandingkan dengan China sudah bisa menghasilkan helikopter Z8 sekelas AW 101 dan kelas AW 139," ungkap Connie di Tjikini Lima, Jalan Cikini 1, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2017).

Connie yang juga pengamat militer ini menilai, PTDI tidak bisa membuat helikopter sendiri. Bahkan menurutnya yang PTDI lakukan hanya soal pengecatan helikopter saja.

"Sebuah produsen senjata itu membuat design dia bisa, membuat sparepart bisa dan lain-lainnya. PTDI kalau cuma bisa mengecat itu bukan membuat heli," kata Connie.

Dengan yakin, Connie mengajak untuk mendatangi dan melihat apa benar selama ini PT DI bisa membuat helikopter. Dia menilai selama ini ada kebohongan publik yang dilakukan oleh PTDI.

"Sekarang kita bangkit. Kita lihat ramai-ramai benar nggak PTDI bisa bikin heli? Buktikan apa yang saya omong dan saya yakin nggak bisa bikin (heli). Anda kalau nggak percaya nanti saya kasih kontak orang-orang PTDI. Di mana insinyur itu mendekat pesawat aja nggak boleh. Yang boleh cuma tukang cat sama tukang ketok itu anak-anak STM. Jadi tidak ada alih teknologi," tuturnya.


https://news.detik.com/berita/d-342...tdi-dinilai-harus-putus-kontrak-dengan-airbus


Indonesian Naval ship arrives at Sri Lanka's Colombo Port on goodwill visit

KRIIskandarMuda.jpg
Feb 19, Colombo: Sri Lanka Navy, in accordance with naval traditions, welcomed an Indonesian naval ship arrived at the Port of Colombo on Sunday.

The multi-role light frigate of Indonesian Navy, KRI Sultan Iskandar Muda - 367 arrived at the Port of Colombo for a goodwill visit on 19 February, the Navy said.

During the ship's stay in Sri Lanka, its crew is expected to take part in a wide range of activities including several sporting events organized by the Sri Lanka Navy.

The ship is scheduled to leave from the Port of Colombo on 22th February.

http://www.colombopage.com/archive_17A/Feb19_1487518191CH.php

113.jpg


DSC_6480-1.jpg


DSC_6505.jpg


http://www.ada.lk/article/214310/ඉන්දුනීසියා-නාවික-යුධ-නැවක්-ලංකාවට
 
.
yg salah PT DI dan manajemennya yg gak becus dlm ngelola Sumber dayanya apa rekanannya?. She's barking at the wrong tree i guess
 
.
The funny thing is that she recommend PT.DI to stop the cooperation with airbus because according to her it is useless. And then compare it with China that managed to build Z-8.

What she forgot to mention is that the Z-8 itself are the result of ToT and cooperation between China and a french company that are now called AIRBUS !

And how about C-212, where airbus completely moved their entire production line to Indonesia. Is the cooperation really useless?
 
.
On the earlier page a lot of photos cougar in use by TNI and when the last latgab also apparently still used for troop transport or am i wrong?
 
. .
https://m.detik.com/news/berita/342...tdi-dinilai-harus-putus-kontrak-dengan-airbus

https://news.detik.com/read/2017/02...eli-aw-101-dinilai-tepat-dan-sesuai-kebutuhan

Miris bener punya pengamat militer kek gini, parahnya sering jadi rujukan di tv dan media. Gak ada puasnya dan sampe kapan PT DI diserang? PT DI gak butuh serangan. Makan tuh Heli bekas india overprice spek abal abal

She probably read this
gw ko curiga kl connie dapat fee ya untuk condong ke salah satu pihak, dan menjelekan fihak lainnya, this AW 101 smell stinks of corruption!!
 
.
Udah kepalang tanggung, semua buka-bukaan aja lah... sip klo DPR bikin pansus :D
 
Last edited:
. .
Udah kepalang tanggung, semua buka-bukaan aja lah... sip klo DPR bikin pansus :D
ah kl dipansus dpr malah jadi komoditas politik dan bargain chip partai dan oknum anggota dpr, mending undang KPK biar jelas dan terang, siapa yg bermain dan diuntungkan, mau punya Bintang dan jabatan, kl salah ya tebas...
 
.
Ask : Nama camo,lambang burung itu apa dan Serial di belakang itu serial untuk apa?
f16qrkb9.jpg
 
.
Ask : Nama camo,lambang burung itu apa dan Serial di belakang itu serial untuk apa?
f16qrkb9.jpg
Cmiiw, that was f-16 D with tail number TS-1620. Because that was jet fighter than use TS (Tempur Sergap), 16 from f-16, and 20 from unit number.

another example : TT (Tempur Taktis), A (Angkut), AI (Angkut Intai), H (Helikopter).

that looks like a "bird" is symbol of the third squadron.
 
.
Industri Pertahanan Indonesia dan Uni Emirat Arab Kerjasama Produksi Senjata dan Tankboat
penandatangan-pindad-deengan-negarasahabat.jpg

Abu Dhabi -Indonesia dan Uni Emirat Arab melakukan kerjasama di bidang industri pertahanan dalam hal kerjasama joint production untuk produk senjata dan Tankboat. Kerjasama tersebut dilakukan antara perusahaan industri strategis dalam negeri, PT Pindad dengan dua perusahaan industri pertahanan Uni Emirat Arab yakni Caracal dan Al Seer.

Kerjasama ditandai dengan penandatanganan MoU yang dilakukan bersamaan dengan acara pameran internasional pertahanan IDEX 2017, Minggu (19/2) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Penandatangan disaksikan oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Delegasi Indonesia dari Kemhan RI pada IDEX 2017.

Untuk MoU Kerjasama joint production senjata ditandatangani antara PT Pindad dengan Caracal, sedangkan MoU kerjasama joint production Tankboat ditandatangani antara PT Pindad dengan Al Seer.

Rangkaian penandatangan MoU kerjasama oleh PT Pindad dengan industri pertahanan Uni Emirat Arab tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatangan kerjasama yang dilakukan pada saat kunjungan Presiden RI ke Abu Dhabi pada tahun lalu. Hal ini sekaligus menandai suatu terobosan bagi pemasaran produk – produk buatan PT Pindad ke pasar Timur Tengah.

Selain menjalin kerjasama joint production dengan perusahaan industri pertahanan Uni Emirat Arab, pada event pameran IDEX 2017 di Abu Dhabi tersebut PT Pindad juga menandatangani kerjasama joint production dengan perusahaan industri pertahanan asal Rusia, Turki dan Finlandia.

Kerjasama dengan Rusia, dilakukan oleh PT Pindad dengan VPK dalam hal produksi Kendaraan Taktis (Rantis) 4×4. Untuk kerjasama dengan perusahaan industri pertahanan Turki dilakukan PT Pindad dengan MKEK dalam hal produksi amunisi dan laras senjata.

Sementara itu kerjasama dengan Finlandia, dilakukan oleh PT Pindad dengan Savox dalam hal produksi bersama produk Alat Komunikasi (Alkom).(BDI)

idex-2017penandatanganan-pindad-dng-industri-negara-sahabat.jpg

https://www.kemhan.go.id/2017/02/20...-kerjasama-produksi-senjata-dan-tankboat.html
 
.
Cmiiw, that was f-16 D with tail number TS-1620. Because that was jet fighter than use TS (Tempur Sergap), 16 from f-16, and 20 from unit number.

another example : TT (Tempur Taktis), A (Angkut), AI (Angkut Intai), H (Helikopter).

that looks like a "bird" is symbol of the third squadron.
Okay thanks for your info,but what about the camo name?
 
.
Interview with Air Force Chief Hadi Tjahjanto about AW 101 acquisition.

aw101-agustawestland0.jpg


KSAU Hadi Tjahjanto: Heli Angkut Berat Adalah Keharusan, Bukan Lagi Kebutuhan


Jakarta, GATRAnews - Usia helikopter yang dimiliki TNI AU saat ini sudah tua. Pada tujuh skuadron tempur yang ada di Indonesia, masing-masing butuh satu helikopter SAR. Selama ini di-back up heli kecil yang tak memenuhi syarat. Dalam konteks inilah, TNI AU merencanakan pengadaan heli angkut berat, AgustaWestland (AW) 101.

Masalahnya pengadaan helikopter ini belakangan memicu polemik. Menteri Pertahanan Jenderal (Purn.) Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saling mengaku tidak tahu tentang pembelian helikopter.

Kepala Staf Angkata Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto muncul sebagai perwira yang memberi kejelasan tentang status helikopter AW 101 yang terparkir di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta, kemarin. Demi meluruskan dan memberi kejelasan, Hadi pun membentuk tim investigasi internal TNI AU.

Terlepas dari benar-tidaknya proses pengadaan AW 101 kemarin, Hadi mengakui bahwa TNI AU memang membutuhkan armada helikopter angkut berat untuk menunjang operasional skadron tempurnya. “Minimal, tiap ada pesawat tempur yang terbang, ada helikopter SAR yang standby,” kata Hadi ketika ditemui GATRA di kantornya, di Markas Besar TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa kemarin.

Berikut ini adalah wawancara Hadi Tjahjanto dengan Hidayat Gunadi, Cavin R. Manuputty, Anthony Djafar, dan pewarta foto Ardi Widi Yansyah dari GATRA:

Seperti apa proses pengadaan helikopter AW 101 ini?
Sesuai dengan postur TNI, kita memerlukan 4 skuadron heli angkut berat. Rencana strategis (Renstra) pertahanan tahap 2 (2014-2019) akan merealisasikan postur kebutuhan heli itu. 6 unit angkut ditambah 4 untuk VVIP. Jadi total jumlahnya 10 unit heli.

Memangnya ada apa dengan persediaan heli kita saat ini?
Yang kita punya itu buatan tahun 1978-1980an. Contohnya Puma. Ada juga buatan yang agak baru, yaitu Super Puma. Tapi bermasalah di suku cadang. Gearbox dan lainnya.

Apakah heli VVIP yang dipakai Presiden itu juga buatan tahun 1980-an?
VVIP itu pakai Super Puma tahun 2001. Itu sebabnya dalam Renstra ini kita minta tambahan. 6 pesawat angkut berat, dan 4 VVIP karena sudah tua.

Enam heli angkut berat itu sendiri rencananya ditempatkan di mana?
Sebenarnya syaratnya adalah satu heli SAR untuk setiap skadron tempur. Saat ini kita punya tujuh skadron tempur. Jadi setiap ada pesawat tempur yang terbang, harus ada satu heli yang standby untuk SAR. Karena masih belum mencukupi syarat, kita sekarang dibackup oleh heli kecil Kolibri. Itu sebenarnya tidak memenuhi syarat. Karena tidak bisa untuk mengambil korban dalam misi penyelamatan. Tidak ada hoist atau slang. Oleh sebab itu, keinginan kita kebutuhan ini segera dipenuhi.

Anda sempat menyebut, pengadaan Agusta ini ada hubungannya dengan India?
Di India memang ada masalah internal dengan merek yang sama ini. Mereka memutuskan tidak jadi beli. Ternyata dampaknya ke Indonesia.

Mengapa berdampak ke sini?
Yang jelas, jangan sampai kita seperti India. Sehingga pada 2015 pemerintah memutuskan untuk tidak beli [AW 101]. karena memang ada tekanan dari media juga. waktu itu pemerintah memutuskan 2015 itu untuk tidak beli, karena memang tekanan dari media

Semua pesanan AW 101 dibatalkan?
Khusus pada waktu itu, pemesanan untuk VVIP saja. Tapi untuk enam pesawat angkut itu belum dilaksanakan pengajuan usulan permintaan (UP).

Lalu mengapa AW 101 kemarin tetap datang ke Indonesia?
Januari 2016 itu uangnya sudah ada, tapi karena pemerintah menghentikan, jadi anggarannya diberi tanda bintang di Dirjen Anggaran. Tidak bisa dicairkan. Nah, kepala staf TNI AU yang lalu berpikir, kita masih punya kepentingan. Ada kebutuhan yang sangat mendesak. Sehingga KSAU pada waktu itu mengajukan perubahan spesifikasi, dari VVIP menjadi heli angkut berat. Di situlah saya membentuk tim investigasi untuk melihat alirannya.

Sejauh ini, seperti apa alur perubahannya?
KSAU mengirim surat kepada Menteri Pertahanan untuk ijin mengganti spesifikasi. Kemudian, KSAU juga bersurat kepada Dirjen anggaran untuk mengganti spesifikasi dari VVIP menjadi angkut. Kemudian ditindaklanjuti surat itu oleh kementerian pertahanan kepada dirjen anggaran untuk rapat mengubah spek. Waktu itu ada perwakilan dari beberapa instansi terkait untuk melepas tanda bintang. Setelah lepas, proses dimulai lagi dari UP.

Artinya, proses penganggaran ini sebetulnya semua tahu dan terlibat di sesi terakhir?
Tahu, tahu

Apakah mungkin ada salah satu yang luput? Mabes TNI misalnya?
Enggak [ada]. Karena dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) ada lampiran yang tentu semuanya tahu. Yang jelas, yang tahu banget pengadaan ini adalah Kementerian Pertahanan sebagai pembina kekuatan dan pemberi kebijakan.

Tim investigasi ini sekarang akan fokus ke tahapan apa saja?
Saya akan menginvestigasi proses perencanaan sampai proses pengadaan. Proses perencanaan itu sudah mulai dari dokumen perubahan dari VVIP menjadi angkut, sampai pada kontrak. Dan sejauh ini, itu sudah memenuhi [SOP] karena tidak sepihak. Melibatkan banyak pihak. Apalagi untuk menghilangkan tanda bintang.

Jadi sampai saat ini tidak ada temuan istimewa?
Sampai saat ini tidak ada temuan istimewa. Saya hanya melihat dari dokumennya saja

Status heli ini sendiri sudah terbayar atau belum?
Kalau melihat dari yang saya sampaikan tadi, kontrak sampai datang tanggal 27 Januari 2016 itu artinya itu pesawat sudah dibayar penuh.

Apakah US$ 55 juta tidak kemahalan?
Dari segi harga, saya kira itu udah bagus. Karena ada paket pelatihan, pemeliharaan sekian tahun, kemudian ada paket tools kit, dan lainnya.

Walaupun sudah dibayar, apakah bisa dibatalkan juga seperti di India? Atau mungkin helinya dikembalikan?
Kita kalau lihat India, India pembeliannya adalah G to G. Kalau kita G to B, pemerintah langsung pada Leonardo (induk perusahaan AgustaWestland). Kita langsung kepada prinsipal. Itu yang agak sulit. Jadi saya mengamankan aset negara yang sudah dikeluarkan. Itu Rp 740 milyar sekian uang rakyat.

Dengan adanya garis polisi ini, apakah garansinya bisa tidak berlaku?
Nah itu. Warranty itu ada jatuh temponya. Jangan sampai jatuh tempo.

Kapan jatuh temponya?
Tanggal 20 Februari nanti.

Lalu bagaimana kalau ternyata terlewat?
Garansi mesin dan spare partnya hangus. Makanya saya katakan, helikopter itu harus tetap kita gunakan. Tapi juga tidak mengabaikan bila proses perencanaan itu ada kekeliruan. Kita jalan seiring.

Rugi bandar dong?
Kita kan tidak ingin rugi bandar. Saya juga berpikir untuk menyelamatkan uamg negara.

Bila yang satu ini saja bermasalah, bagaimana rencana kelanjutan pengadaan heli angkut berat sisanya?
Yang enam alat angkut sisanya itu tetap diproses. Statement saya adalah selalu mendukung pemerintah. Jadi sisanya itu kita tawarkan kepada industri pertahanan dalam negeri.

Maksudnya?
Kan kita punya PTDI. Melalui KKIP kemudian PTDI, bisa untuk mengadakan pesawat angkut itu. Atau joint production dengan negara lain. Kita bisa minta PTDI. Tapi kita menyampaikan bahwa spesifikasi saya adalah angkut berat. Karya saya cuma bisa menyampaikan usulan pengadaan dan operational requirement kepada Kemhan. Nanti mereka lah yang akan menentukan. Entah nanti jatuhnya Agusta atau apa, yang penting spesifikasinya sesuai. Hal itu akan saya sampaikan dalam Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) di Kemhan. Kalau tidak sesuai, ya saya tolak.

Apabila produksi dalam negeri tidak bisa, ya KKIP akan menghitung beli dari luar negeri. Kami libatkan semuanya. Yang penting, saya perlu helikopter. Karena skadron saya buth helikopter. Waktu pengirimannya pun harus tepat. Karena saya tidak bisa operasi tanpa heli, jumlahnya pun harus sesuai.

Jadi pada akhirnya nanti kita akan punya tujuh heli angkut berat?
Iya, VVIP belum kita pikirkan lagi.

Bagaimana ceritanya sehingga Panglima dan Menhan sempat saling mengaku tidak tahu tentang pengadaan heli ini?
Ya sebenarnya yang disampaikan Menhan atau Panglima itu bukan di rapat dengan DPR, tapi di luar ruangan. Lagipula kemarin itu bukam membahas heli. Melainkan program kerja.

Bahwa memang kebutuhan heli itu ada ya ?
Sangat

Mengapa tidak pesan yang bisa dibikin oleh PTDI?
EC725 Super Puma ini kita setting untuk heli tempur SAR. Ini pesan 6 unit dari 2012. Baru datang dua unit di 2016. itupun masih dalam kondisi belum bisa operasional. Padahal kita keperluannya kan segera. Makanya saya akan buka komunikasi dengan PTDI. Supaya kita bisa carikan solusi.

Bukankah makin banyak varian, malah makin repot dan mahal perawatannya?
Berdasarkan pengalaman personil, mereka memang sudah terbiasa memelihara varian super puma. Pilot juga demikian. Tapi tentu ada alasan untuk bisa menggunakan Agusta. Karena memang dari spesifikasi itu sudah beda. Dari segi mesin, dia punya 3 engine. Puma 2 engine. Lalu Agusta lebih stabil karena ada wingtip di rotornya. Penumpangnya pun bisa lebih banyak. Sampai 50 orang. Dan punya ramp door. Meski pintu itu lebih mahal, tapi lebih mudah dan cocok jadi pesawat angkut.

Lalu bagaimana dengan transfer teknologinya?
Itu saya serahkan kepada KKIP, biar mereka kalkulasi sendiri.

Jadi nanti siapa yang putuskan apa yang dibeli?
Panglima TNI secara organisasi. Tapi secara anggaran di Kemhan.

Mengapa Basarnas bisa beli Agusta tanpa kerepotan ini?
Mereka kan kebutuhan sipil, tidak melalui KKIP. Mereka juga tidak dibatasi aturan terkait industri pertahanan.

Mengapa TNI AU atau bahkan Presiden masih mau mengoperasikan Super Puma, padahal di-grounded dimana-mana?
Sewaktu saya di Sekretaris Militer Presiden, saya sendiri yang mengoperasikan pesawatnya. Saya minta service buletin, rutin, dan saya punya hotline langsung ke Eurocopter.

Mengapa harus beli empat heli VVIP?
Setiap penerbangan itu standarnya tiga heli. Pertama untuk presiden, ke dua untuk cadangan, ke tiga untuk perangkat seperti paspampres. Yang ke empat itu untuk sirkulasi, pengganti sewaktu-waktu dari yang tiga tadi. Tapi sekarang, presiden sering terbang pakai pesawat yang bukan VVIP. Kadang pakai bell 412 punya angkatan darat atau angkatan laut. Kita negara besar. Menurut saya, Presiden harus menggunakan pesawat yang lebih aman. Bukan sekadar kebutuhan, tapi keharusan. Kalau bisa pengadaan heli ini jangan diundur lagi. Saya dalam kondisi bahaya untuk menjaga pesawat-pesawat tempur saya. Karena setiap mereka terbang, harus ada helikopter yang standby di situ.

Editor: Cavin R. Manuputty

http://www.gatra.com/kolom-dan-wawa...tjahjanto-heli-keharusan-bukan-lagi-kebutuhan
 
.
Back
Top Bottom